Jumat, 31 Oktober 2008

BEKAL NAIK HAJI

erjalan suci menuju Baitullah membutuhkan bekal yang cukup. Disamping harta yang dengannya bisa sampai ke Baitullah, bekal ilmu pun sangat mutlak dibutuhkan. Dengan ilmu, seseorang akan terbimbing untuk melakukan ibadah haji sesuai dengan tuntunan Rasulullah . Lebih dari itu, akan terhindar dari berbagai macam bid’ah dan kesalahan, sehingga hajinya pun sebagai haji mabrur yang tiada balasan baginya kecuali al jannah.
Berangkat dari harapan inilah, pada edisi kali ini kami angkat perkara-perkara mungkar baik berupa bid’ah (hal-hal yang diada-adakan dalam agama) ataupun kesalahan-kesalahan haji yang dapat menghalangi seseorang untuk meraih predikat haji mabrur.
Diantara kemungkaran-kemung karan itu adalah sebagai berikut :
A. KEMUNGKARAN SEBELUM BERANGKAT HAJI
1. Mengadakan pesta (selamatan) sebelum berangkat haji dengan bacaan do’a-do’a ataupun shalawat, yang terkadang diiringi dengan pentas musik. Perbuatan ini tidak ada dasarnya sama sekali dari Al Qur’an maupun As Sunnah.
2. Melantunkan adzan sebelum berangkat.
3. Mengharuskan ziarah kubur sanak famili dan orang-orang shalih.
4. Keyakinan masyarakat bahwa calon jama’ah haji diiringi Malaikat sepekan sebelum keberangkatannya, sehingga mereka pun berdatangan kepadanya untuk minta do’a.
5. Kepergian wanita ke Baitullah tanpa disertai mahram. Bahkan ada istilah ‘persaudaraan nisbi’, yaitu wanita yang dimahramkan saat berhaji dengan pria yang bukan mahramnya, sehingga keduanya dapat bermumalah seperti layaknya dengan mahram yang sebenarnya. Demikian pula ‘nikah nisbi’, yaitu dinikahkannya seorang wanita baik sudah bersuami atau belum dengan seorang lelaki yang akan berhaji, sehingga keduanya dapat bermumalah seperti layaknya suami istri. Ini adalah kemungkaran yang tidak diridhoi Allah.
6. Berhaji hanya dalam rangka ziarah ke kubur Nabi .
7. Sholat dua rakaat ketika akan berangkat haji.

B. KEMUNGKARAN KETIKA BERIHRAM DAN BERTALBIYAH
1. Tidak berihram ketika melewati miqat. Hal ini banyak terjadi –khusus untuk jama’ah haji Indonesia– pada kloter yang langsung menuju Makkah. Mereka tidak berihram ketika melewati miqat (Yalamlam) dan baru berihram di Jeddah.
2. Bertalbiyah bersama yang dipimpin oleh seseorang diantara mereka.
3. Mengenakan pakaian ihram dengan membuka pundak kanan (yaitu pakaian atas bagian kanan diletakkan dibawah ketiak sedangkan yang kiri tetap diatas pundak kiri, semestinya hal ini khusus ketika thawaf saja).
4. Bacaan talbiyah diganti dengan tahlil dan takbir.
C. KEMUNGKARAN KETIKA MELAKUKAN THAWAF.
1. Mandi sebelum thawaf.
2. Melafadzkan niat thawaf.
3. Mengangkat tangan saat menyentuh Hajar Aswad seperti mengangkat tangan ketika sholat.
4. Memulai thawaf sebelum Hajar Aswad
5. Sholat Tahiyyatul Masjid sebelum thawaf.
6. Hanya mengeliling bangunan Ka’bah yang bersegi empat saja dan tidak mengelilingi Hijr Isma’il.
7. Berjalan cepat (raml) pada seluruh putaran yang tujuh, padahal hal itu hanya dilakukan pada 3 putaran pertama dan itu pun khusus pada thawaf qudum saja.
8. Berdesak-desakan untuk dapat mencium Hajar Aswad sampai-sampai terjadi saling mencaci, bahkan sampai berkelahi.
9. Mengusap Hajar Aswad dalam rangka tabarruk (mengais berkah) dan meyakini bisa memberikan manfaat dan menolak bala’.
10. Mencium atau mengusap sebagian atau semua pojok Ka’bah –bahkan seluruh dindingnya–. Tidak jarang pula mereka menarik-narik kiswah (kain penutup Ka’bah), bahkan menyobeknya untuk dijadikan jimat.
11. Membaca do’a/dzikir khusus setiap kali putaran, padahal boleh baginya berdo’a dengan do’a apa saja yang ia senangi.
12. Bersedekap ketika thawaf.
13. Keyakinan bahwa siapa yang bisa menggapai dinding bagian atas dari pintu Ka’bah maka dia berhasil memegang Al ‘Urwatul Wutsqa, yaitu:
لا اله الاّ الله.
14. Berdesak-desakan untuk sholat di belakang maqom Ibrohim sehingga mengganggu jama’ah yang lainnya, padahal boleh baginya untuk sholat di belakang maqom Ibrohim walaupun agak jauh darinya, dan bila tidak memungkin boleh di bagian manapun dari masjid.
15. Lebih parah lagi bila sholatnya lebih dari 2 raka’at.
16. Berdo’a bersama seusai thawaf sambil berdiri dengan satu komando, tragisnya dengan suara keras sehingga mengganggu jama’ah yang lainnya.

D. KEMUNGKARAN KETIKA MELAKUKAN SA’I
1. Berwudhu’ terlebih dahulu untuk sa’i meski ia dalam keadaan suci.
2. Naik ke Bukit Shofa dan menyentuhkan badan ke dindingnya.
3. Ketika naik ke bukit Shofa dan Marwah menghadap ke Ka’bah kemudian bertakbir tiga kali sambil mengangkat tangan seperti dalam sholat.
4. Berlari-lari kecil antara Shofa dan Marwah, padahal menurut sunnah dilakukan diantara dua tanda hijau saja.
5. Sholat dua raka’at seusai sa’i.

E. KEMUNGKARAN KETIKA DI ARAFAH
1. Mandi untuk menyambut Hari Arafah.
2. Wuquf di Arafah pada tanggal 8 dalam rangka ihtiyath (hati-hati)
3. Melakukan wuquf di luar batas wilayah Arafah.
4. Menentukan dzikir atau do’a khusus yang tidak diajarkan oleh Rasulullah .
5. Meninggalkan Arafah sebelum terbenamnya matahari.
6. Keyakinan bahwa wuquf di Arafah pada Hari Jum’at merupakan haji akbar dan senilai dengan 72 kali haji.
F. KEMUNGKARAN KETIKA DI MUZDALIFAH
1. Tergesa-gesa saat beranjak dari Arafah menuju Muzdalifah.
2. Mandi untuk menginap di Muzdalifah.
3. Tidak segera melaksanakan sholat Maghrib saat tiba di Muzdalifah dan justru sibuk mengumpulkan kerikil.
4. Wuquf di Muzdalifah tanpa menginap.
G. KEMUNGKARAN SAAT MELEMPAR JUMRAH
1. Mandi sebelum melempar jumrah.
2. Mencuci kerikil dahulu sebelum dilemparkan.
3. Melempar jumrah bukan dengan kerikil tapi dengan batu besar, sepatu, atau yang lainnya.
4. Keyakinan bahwa melempar jumrah adalah dalam rangka melempari syaithan. Sehingga tidak jarang mereka lemparkan benda-benda lain, seperti sandal, payung, botol, dan yang lainnya, agar lebih menyakitkan bagi syaithan.
5. Berdesak-desakan, bahkan untuk dapat melempar ada yang menyakiti jama’ah haji lainnya.
6. Melemparkan kerikil-kerikil tersebut secara sekaligus, semestinya satu persatu sambil diiringi takbir.
7. Mewakilkan pelemparan kepada orang lain, sedangkan ia mampu.

H. KEMUNGKARAN SAAT MENYEMBELIH DAN TAHALLUL
1. Mengganti hewan sembelihan dengan uang.
2. Menyembelih hewan qurban untuk haji tamattu’ di Makkah sebelum hari nahar (tanggal 10 Dzulhijjah)
3. Menggundul dari sebelah kiri, atau menggunduli seperempat bagian kepala saja.
4. Berthawaf di seputar masjid yang ada di dekat tempat pelemparan jumrah.
5. Tidak melakukan sa’i setelah thawaf ifadhah dalam haji tamattu’.

I. KEMUNGKARAN KETIKA THAWAF WADA’
1. Meninggalkan Mina pada hari nafar (12 atau 13 Dzulhijjah) sebelum melempar jumrah dan langsung melakukan thawaf wada’ kemudian kembali ke Mina untuk melempar jumrah. Setelah itu mereka langsung pulang ke negara masing-masing. Padahal semestinya sebagai penutup dari seluruh manasik haji adalah thawaf wada’.
2. Berjalan mundur ketika selesai dari thawaf wada’ dengan anggapan sebagai tanda penghormatan terhadap Ka’bah.
3. Membaca do’a-do’a tertentu sebagai “ucapan selamat tinggal” terhadap Ka’bah.
J. KEMUNGKARAN KETIKA BERADA DI KOTA MADINAH
1. Sengaja meniatkan safar untuk menziarahi makam Rasulullah . Semestinya diniatkan untuk mendatangi Masjid Nabawi.
2. Menitipkan pesan melalui jama’ah haji dan para penziarah untuk disampaikan kepada Nabi. Lebih aneh lagi disertai foto/KTP yang bersangkutan.
3. Praktek-praktek kesyirikan yang dilakukan di kuburan Nabi, antara lain:
- Sengaja sholat dengan menghadap kubur
- Bertawasul atau minta syafa’at kepada beliau
- Mengusap-usap dinding kuburan untuk ngalap berkah, dan tidak jarang disertai tangisan bahkan histeris.
- Berdo’a atau meminta secara langsung kepada Rasulullah untuk mencukupi kebutuhannya seperti rizki, jodoh dan yang lainnya.

4. Meyakini bahwa ziarah ke kubur Nabi merupakan bagian dari manasik haji.
5. Keyakinan bahwa haji seseorang tidaklah sempurna tanpa menetap di Madinah selama 8 hari untuk sholat 40 waktu, yang diistilahkan dengan “arba’inan”.

K. KEMUNGKARAN SETIBA DI KAMPUNG HALAMAN
1. Mempopulerkan gelar ’pak Haji’ atau ‘bu Haji’, sampai-sampai ada yang marah/tidak respon bila tidak dipanggil ‘Haji’.
2. Merayakannya dengan pesta-pesta sambil diiringi shalawat badar.
3. Meminta barakah kepada orang yang pulang haji, dengan keyakinan bahwa para malaikat mengelilinginya.
HADITS PALSU ATAU LEMAH YANG TERSEBAR DI KALANGAN UMAT

Dari Anas bin Malik ?, ia berkata: bahwasanya Rasulullah bersabda:
مَنْ صَلَّى فِي مَسْجِدِي أَرْبَعِينَ صَلاَةً لاَ يَفُوْتُهُ صَلاَةٌ كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ وَنَجَاةٌ مِنَ العَذَابِ وَبَرِىءٌ مِنَ النِّفَاقِ
“Barangsiapa yang sholat di masjidku (Masjid Nabawi) sebanyak empat puluh (40) sholat, tanpa ada satupun yang terlewati, maka ditetapkan baginya: bebas dari an naar, selamat dari adzab, dan terlepas dari nifaq.” (HR. Ahmad dan Ath Thabrani)
Keterangan:
Hadits ini munkar (lebih parah daripada dho’if atau lemah), karena tidak ada yang meriwayatkan hadits ini kecuali Nabith, dan ia seorang yang tidak dikenal (majhul), serta menyelisihi seluruh perawi hadits Anas ? ini. (Lihat Silsilah Adh Dho’ifah no. 364 atau Silsilah Ash Shohihah, 6/318 karya Asy Syaikh Al Albani)

SERUAN UNTUK SELURUH KAUM MUSLIMIN
Hukum Meramaikan Perayaan Orang-Orang Kafir
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Tidak boleh bagi kaum muslimin untuk meniru-niru mereka (Yahudi, Nashrani atau orang-orang kafir lainnya–pen) dalam hal-hal yang dikhususkan untuk perayaan-perayaan mereka (diantaranya Natal dan Tahun Baru Masehi–pen). Tidak pula dalam bentuk makanan, pakaian, mandi, menyalakan api, meliburkan kebiasaan bekerja atau beribadah, atau yang selainnya. Dan tidak boleh mengadakan pesta, atau memberikan hadiah, atau menjual sesuatu yang membantu dan bertujuan untuk acara tersebut. Serta tidak boleh membiarkan anak-anak kecil atau yang seusianya untuk bermain-main yang kaitannya dengan perayaan tersebut dan tidak boleh memasang hiasan (menghiasi rumah/tempat tertentu dalam rangka untuk menyemarakkan perayaan tersebut-pen).” (Majmu’ Fatawa 25/329).

Sumber Bacaan:
1. Mu’jamul Bida’ karya Asy Syaikh Raid bin Sabri bin Abi Alfah.
2. At Tahqiq wal Idhoh karya Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baz.
3. Hajjatun Nabi karya As Syaikh Al Albani.
4. Manasikul Hajji wal Umroh karya As Syaikh Ibnu Utsaimin
5. Sifat Hajjatin Nabi karya As Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu.
6. Dalilul Haajji wal Mu’tamir karya Majmu’ah minal ‘ulama.

RAHASIA HAJI

  Di musim haji, gema talbiah dari para tamu Allah di tanah wahyu Ilahi yaitu tanah suci Mekah terdengar dan menyentuh hati. Pada hari-hari ini lautan umat Islam meneriakkan ucapan Labbaik Allahumma Labbaik, sebuah ucapan yang dapat melupakan manusia dari hal-hal yang berbau duniawi. Dengan ucapan ini umat Islam dengan hati khusu' pergi menuju Baitullah, Ka'bah.
Haji adalah pemisahan dari diri untuk menyatu dengan Yang Esa dan mendaki puncak makrifat. Haji adalah pembebasan jiwa dari berbagai macam noda untuk kemudian menghiasinya dengan logika dan kelembutan-kelembutan ruhani. Oleh sebab itu, beruntung sekali orang-orang yang berhasil mendatangi wilayah malakut di Baitullah, Ka'bah. Karena itu pada hari-hari haji ini suasana kota Mekah , tanah kelahiran Rasul terakhir, sukar untuk dilukiskan.
Dengan mendengar munajat dan doa-doa para pecinta Allah, dan dengan telah dekatnya musim haji, maka harapan dan keinginan untuk dapat berziarah ke Rumah Allah, menjadi hidup di dalam hati setiap Muslim. Bisa dipastikan bahwa bagi setiap Muslim, perjalanan hati merupakan dambaan hati. Di hari-hari ini, dua kota suci Mekah dan Madinah menyaksikan pentas-pentas cinta yang paling indah dan ungkapan hati para peziarah yang berseru "labbaik" menjawab panggilan hak, dan dengan hati yang dipenuhi cinta Ilahi mereka berangkat menuju Rumah Allah.
Haji adalah sebuah perjalanan ruhani ke sebuah tempat suci dan terkenal dengan nama Mekah, yang dilakukan pada bulan Dzul Hijjah dengan tujuan ziarah ke Rumah Allah, Ka'bah, untuk melaksanakan upacara-upacara khusus, yang disebut "mansik Haji". Perjalanan agung dan mulia ini merupakan kewajiban atas setiap Muslim sekali dalam hidupnya, dengan syarat adanya biaya, kesehatan jasmani dan ruhani, serta tak adanya halangan apapun yang akan mengganggu perjalanan hajinya.
Bisa dikatakan, bahwa disetiap masyarakat manusia, terdapat saat dan tempat-tempat khusus untuk pelaksanaan acara-acara ibadah dan pengamalan ajaran-ajaran maknawi. Ka'bah adalah Rumah Tauhid dan tempat ibadah paling lama yang dibangun di muka bumi ini. Catatan-catatan sejarah memberikan kesaksian bahwa pada awalnya, Ka'bah dibangun oleh Nabi Adam Alaihissalam. Kemudian Ka'bah mengalami kerusakan dalam peristiwa taufan pada masa Nabi Nuh alaihissalam dan diperbaiki oleh Nabi Ibrahim Alihissalam. Sejak saat itu Ka'bah selalu menjadi pusat perhatian para penyembah Tuhan yang Maha Esa.
Ka'bah merupakan manifestasi keagungan dan rahmat Allah. Rumah suci ini adalah monumen sejarah hidup nabi-nabi besar seperti Adam Alaihissalam, Ibrahim Alaihissalam dan Rasul Allah Muhammad SAWW, serta perjuangan mereka dalam menyebarkan ajaran-ajaran tauhid kepada seluruh umat manusia. Setiap Mukmin, ketika berada di hadapan Ka'bah, maka ia akan tenggelam di dalam keagungan dan keindahan yang Maha Agung, dan seluruh wujudnya akan dikuasai oleh semangat dan perasaan-perasaan khusus.
Haji adalah sebuah jalan untuk bertaqarrub kepada Allah dan salah satu syiar terpenting di dalam Islam. Di dalam perjalanan ruhani ini, manusia meninggalkan segala kelezatan jasmani dan menjauhkan diri dari setiap kekotoran. Peziarah Rumah Allah, dengan berseru "Labbaik Allahumma Labbaik", mengungkapakan kerinduan dan kecintaan mereka dari dalam jiwa mereka; lalu mereka menenggelamkan diri ke dalam doa-doa dan munajat menyampaikan segala derita yang ia tanggung selama ini, seraya memohon rahmat dan inayah-Nya. Sesungguhnya, untuk menyatakan penghambaan diri kepada Dzat yang hak, tempat dan saat yang demikian inilah, saat di mana seseorang berada di dalam Rumah Allah dan Haram suci pusat keamanan Ilahi, adalah saat dan tempat yang paling tepat. Karena kapan dan dimana lagi saat dan tempat yang lebih mulia di banding saat dan tempat yang demikian ini?
Pada musim haji, tempat ini menyaksikan kehadiran umat Islam yang sangat besar, para peziarah yang melakukan segala bagian dari ibadah tersebut serba bersama-sama, kompak dan serempak; di dalam pakaian yang sama pula, baik bentuk dan warnanya. Di tempat yang suci dan di dalam suasana ruhani ini, satu hal yang teras lebih nyata daripada selainnya ialah saat-saat manis meraskan curahan rahmat Ilahi, dan kedekatan yang sangat dekat dengan Dzat yang maha Sempurna. Pada saat-saat semacam ini, segala macam titel dan gelar serta kelebihan-kelebihan lahiriyah, seakan musnah tak berbekas. Semua yang ada ialah keikhlasan dan penghambaan diri kepada Dzat yang Maha Agung lagi Maha Mulia.
Di dalam ibadah haji yang bersifat sangat konstruktif ini, segala macam egoisme dan kesombongan manusia, yang merupakan akar berbagai macam kesulitan dan musibah dalam masyarakat tersingkir jauh. Suasana jiwa manusia pun tersiapkan untuk menuju ke arah kesempurnaan. Hati dan jiwa manusia pelaksana ibadah haji, dengan terbukanya rantai-rantai keinginan hawa nafsu yang membelengu, akan memperoleh kekuatan tak terbatas untuk terbang semakin tinggi, menuju kepada kehidupan yang diinginkan, di dalam suatu ufuk yang luas serta di dalam udara yang lebih baik dan lebih mulia.
Ibadah haji adalah sebuah kesempatan, dimana seseorang dapat membebaskan diri dari dirinya sendiri, dan menyatu dengan Dzat yang Mutlak, tempat bergantung segala sesuatu yang maujud. Sesungguhnya haji adalah suatu ibadah yang mengandung segala unsur pernyataan diri sebagai hamba. Hal inilah yang memberikan keagungan kepada ibadah Ilahiyah ini.
Dalam liputan wartawan kami tentang suasana kota suci Mekah di hari-hari sekarang ini melaporkan: "Ketika kami memasuki kota suci Mekah, di benak kami terlintas gambaran tentang gurun sahara yang tandus dan panas dimana Nabi Ibrahim yang hanya disertai istri dan putranya berada di sisi Baitullah. Namun sekarang kota ini telah menjadi kota yang padat penduduk dan kami melihat betapa doa nabi Ibrahim AS telah dikabulkan Allah. Sebagaimana yang tertera dalam Al-Quran Surah Ibrahim ayat 37, saat itu nabi Ibrahim berdoa: "Ya Tuhan sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanaman-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan (yang sedemikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka (keturunan Nabi Ibrahim) dan berilah rizki mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur."
Sedemikian besar kerinduan kami kepada Baitullah sehingga seolah-oleh degup hati kami terdengar oleh telinga. Dari atas gunung kami menyaksikan Masjidil Haram dan lautan manusia berpakaian serba putih bersama-sama menuju Masjidil Haram. Dari sini kami juga menyaksikan burung-burung merpatai Masjidil Haram beterbangan di sekitarnya dan sama sekali tidak menunjukkan ras takut kepada arus manusia. Seolah-olah mereka juga tahu bahwa di sini adalah lembah yagn diamankan Allah serta temapt berlabuhnya keadilan dan takwa dimana tak seorangpun berhak mengganggu binatang atau tanaman apapun. Di sini tidak ada jenis kesombongan dan egoisme. Apa yang ada hanyalah kehormatan, ketenteraman, persaudaraan dan takwa.
Arus manusia yang datang silih berganti memasuki Masjidil Haram dari berbagai pintu yang terbuka untuk para tamu Allah dan selintas kemudian tatapan kami tertuju pada keindahan Ka'bah yang memancarkan keagungan dan keteguhan ke langit. Tak lama kemudian kami segera bersujud dan memanjatkan puji syukur atas keagungan dan kebesaranNya."
Ka'bah telah diceritakan sejarah semenjak zaman Nabi Adam AS. Saat nabi Adam turun ke bumi, Allah SWT telah meletakkan kubah di tempat dimana Ka'bah sekarang berada agar kubah ini dijadikan tempat bertawaf oleh Nabi Adam. Kubah itu terus ada hingga zaman Nabi Nuh AS dan setelah itu tempat tersebut dijadikan tempat tawaf para Nabi. Ketika sampai pada zaman Nabi Ibrahim AS, Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim agar membangun Ka'bah di tempat itu dan sejak itu hingga sekitar 4 ribu tahun tak ada satupun peristiwa yang dapat mengurangi keagungan dan kesucian Baitullah ini. Pada Ka'bah terdapat pemandangan yang dapat membangkitkan jiwa pengabdian dan kecintaan kepada yang Esa.
Baitullah Ka'bah adalah pusat segala wujud semesta dan manusia sebagai wujud-wujud yang lain berasal dari Allah SWT dan tak ada orientasi kecuali Allah SWT. Para tamu Allah dengan semangat cinta yang luar biasa di sekitar Baitullah telah mejadi ibarat laron-laron (kalkatu) yang mengelilingi lilin. Dan dengan gelora jiwa yang tak dapat dilukiskan mereka menyampaikan munajatnya kepada Allah SWT.
Dalam hal ini kami menyatakan sebagai berikut:
"Hari ini dimana kami menyaksikan Ka'bah dari tempat yang tertinggi di Masjidil Haram kami mengetahui rahasia diamnya lembaga-lembaga informasi dan mass media untuk tidak merefleksikan ibadah besar haji umat Islam. Di sini, bukanlah tempat atau bangunan yang menjadi tempat mencurahkan cinta. Lautan manusia ini bukanlah karena tradisi atau kebiasaan memutari fokus tauhid melainkan karena dorongan logika akal dan kehendak untuk bertawaf kepada Tuhan Sang Pencipta alam. Seorang pelaksana ibadah haji harus tahu untuk apa mereka mengelilingi Ka'bah. Dengan kehendaknya, ia harus berdiri di atas kaki sendiri agar ia berada dalam orientasi tauhid dan jika ada desakan orang yang mendorong punggungnya saat tawaf, maka tawafnya akan batal."
"Dewasa ini dimana berbagai negara berusaha membangun istana-istana dan bangunan-bangunan termegah serta dengan kekerasan dan penipuan berusaha memperoleh popularitas dan untuk masalah terkecil pun mereka menggelar konferensi dan seminar, akan tetapi mereka sama sekali tidak melontarkan sedikitpun kata-kata untuk mengungkapkan kesan-kesan ibadah besar haji yang mengandung nuansa pengabdian, politik dan sosial umat Islam ini. Sebab mereka tahu betul betapa dalamnya pengaruh ibadah ini dalam menentukan garis nasib manusia.
"Rahasia Ka'bah tidak bisa dilukiskan dengan lidah melainkan dengan hati. Pada saat dimana lautan manusia, baik yang berkulit hitam maupun putih dan memiliki aneka ragam bahasa mendirikan solat di depan Baitullah dan engkau pun dapat menyaksikannya dengan mata kepala sendiri, engkau hanya bisa khusu' dan merendah diri di depan Sang Pemilik rumah ini, kemudian engaku ambil cahaya yang tertinggi dan bertasbihlah."
"Keagungan dan kemuliaan Ka'bah ada pada keagungan dan kebesaran Sang Pencipta dan yang mengatur segala wujud semesta, sebagaimana yang ditegaskan oleh Al-Quranul Karim di bagian terakhir surah Al-Hasyr yang artinya: "Dialah Allah yang menciptakan, yang mengadakan, Yang membentuk rupa, Yang mempunyai nama-nama yang paling baik. Bertasbih kepadaNya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."
Imam Khomeini (r.a) berkenaan ibadah haji berkata: "Berkumpulnya manusia mengelilingi Ka'bah menunjukkan bahwa selain Allah janganlah kalian berkumpul mengelilinginya. Tawaf memutari Ka'bah yang menunjukkan cinta kepada Yang Hak, mengajarkan kepada kita untuk membersihkan hati kita dari selain-Nya, dan tidak takut kepada apapun selain-Nya. Sa'i antara Safa dan Marwa mengajarkan agar kita berusaha menuju ke arah kekasih yang kita cintai, yaitu Allah SWT, dengan ketulusan dan kebersihan hati. Karena dengan menuju dan memperoleh kedekatan kepada-Nya, maka segala macam persoalan duniawi akan hilang sirna. Segala keraguan dan kebimbangan pun akan musnah. Demikian pula segala bentuk ketergantungan kepada hal-hal yang bersifat materi.
Sekali lagi kota Nabi, Madinah al-Munawwarah dipadati oleh umat Islam yang merindukan ziarah ke puasara Rasul. Kota Madinah adalah kota yang menghidupkan kenangan tentang perjuangan, jihad dan pengorbanan umat Islam di sisi Rasul untuk menegakkan Kalimatullah dan keadilan. Kota inilah yang menyimpan kenagan dari perjuangan Rasul dan para sahabatnya seperti Imam Ali bin Abi Talib dan Sayyidina Hamzah. Menyusuri kota madinah, seolah-olah semua penjuru menyampaikan kata-kata dan mengisahkan kepada kita tentang jerih-payah, cobaan dan pengorbanan Rasul serta para pengikutnya untuk mengangkat manusia dari jurang kebodohan dan kesesatan.
Lautan peziarah Baitullah singgah ke kota Madinah untuk mendatangi sebuah tempat dimana tubuh manusia yang paling sempurna dan suci berbaring. Masjidunnabi, dimana pusara Rasul berada, menyaksikan lautan umat yang berada di wilayah suci dan mengenang perjuangan dan ibadah Rasul yang sedemikian ikhlas. Kota madinah sekarang ini tampak ceria menyambut tamu-tamu yang mendambakan kedekatan di sisi Allah. Umat Islam yang berdatangan dari seluruh penjuru dunia untuk menunaikan ibadah haji di tanah Hijaz senantiasa singgah ke Madinah, baik itu sebelum menunaikan manasik haji atau setelahnya. Sebab tidaklah mungkin seseorang disebut peziarah Baitullah namun tidak berziarah ke utusan Allah yang terakhir, yaitu Nabi Besar Muhammad SAWW.
Setelah munculnya Islam, saat Rasul mendapat penentangan keras orang-orang kafir di Mekah, beliau mengambil keputusan untuk hijrah ke Madinah untuk menunaikan risalahnya. Hijrah Rasul ke Madinah merupakan sebuah peristiwa penting dalam sejarah Islam. Setelah menetap di Madinah, di bangun sebuah masjid pertama untuk memantapkan posisi dan keberadaan umat Islam. Masjid ini diberi nama Masjid Nabawi. Masjid ini menjadi basis perkembangan Islam serta tempat untuk menyelesaikan urusan agama dan sosial umat Islam.
Para peziarah Baitullah saat singgah di Madinah dan berada disekitar pusara Rasul merasakan seolah-olah Rasul membacakan ayat-ayat Al-Quran yang menyinggung rahmat dan ampunan (maghfirah) Ilahi dan seolah-olah Rasul sedang menyeru mereka agar bertakwa dan menempuh jalan yang lurus. Dan termasuk saat-saat Rasul yang paling indah ialah ketika beliau menebarkan senyum keridhaan dan mengusap-usapkan telapak tangannya di kepala anak-anak yatim. Kota Madinah juga menyimpan kisah-kisah tentang keteguhan dan keberanian Rasul di depan orang-orang kafir dan zalim. Pada saat beliau melihat adanya bahaya atau ancaman musuh, beliau mengeluarkan perintah untuk melakukan perlawanan. Dan dengan terjun langsung ke medan laga, beliau telah menjadi tempat berlindung para mujahidin dalam keadaan yang paling sulit.
Para peziarah Baitullah, dengan mengingat kancah-kancah ini dan dalam keadaan dirinya dipenuhi dengan rasa cinta kepada kebenaran dan keadilan, berjanji kepada Allah untuk menerapkan ajaran Islam dan mengikuti jejak Rasul dan Ahlul Baitnya. Daya tarik perilaku Rasul yang merupakan rahmat bagi penghuni alam semesta sedemikian kuatnya sehingga seseorang, tanpa disadari bisa meminta kepada Allah agar perilakunya diserupakan dengan perilaku Rasul.
Para peziarah makam suci Rasul, ketika berziarah berjanji untuk tidak melakukan perbuatan yang dilarang oleh syariat dan berusaha berbuat baik. Mereka juga berjanji akan berusaha membantu orang yang memerlukan pertolongan dan sebaliknya akan melawan orang-orang zalim dan penindas. Jika ada hak-hak orang yang diinjak-injak, mereka akan berusaha memperjuangkannya. Dengan semangat jiwa seperti ini dan pada saat dadanya terbuka lebar untuk menerima segala kesempurnaan akhlak dan kesucian, mereka datang menuju Baitullah untuk menunaikan manasik-mansik haji dan memperlihatkan kepada Allah manifestasi pengabdian dan ibadahnya dengan bentuk yang terindah.
Para peziarah Baitullah di kota Madinah juga tak akan lupa berziarah ke pemakaman Baqi' dimana beberapa orang dari Ahlul Bait dan sahabat besar Rasul dibaringkan. Diantara acara ibadah yang paling mengharukan setiap tahun di kota Madinah ialah pembacaan sebuah doa panjang yang kerap dibaca oleh Imam Ali, yaitu Doa Kumail. Sebuah doa yang memuat rintihan, pengaduan, pernyataan berdosa, pujian kepada Allah dan permohonan ampun kepada Allah. Acara ini biasa dilakukan jemaah haji dan peziarah dari Iran yang kemudian dihadiri pula oleh para peziarah dari negara-negara lain.
Mengenai acara-acara ritual pada musim haji tahun ini, wartawan kami antara lain melaporkan sebagai berikut:
"Pada tahun ini, kota Madinah juga menyaksikan penyelenggaraan acara pembacaan Doa Kumail dalam suasana spiritual dan ruhani yang penuh. Setelah menunaikan solat jamaah dalam saf-saf kebersamaan, para pecinta Rasul dan Ahlul Baitnya telah memarakkan kota Madinah dengan alunan doa dan pujian. Sedemikian maraknya suasana keruhanian di kota Madinah sehingga seolah-olh terdengar suara sayap-sayap para Malaikat yang datang dan pergi menghadap Rasul. Dan yang paling menarik dalam acara-acara ini ialah pembacaan doa dan munajat umat Islam demi pembebasan Al-Quds dan umat Islam Palestina yang teraniaya. Kepekaan umat Islam di saat haji terhadap masalah Palestina dan nasib seluruh umat Islam di Afghanistan, Tajikistan, Bosnia dan berbagai penjuru dunia lainnya merupakan manifestasi dari nuansa politik haji serta menunjukkan adanya rasa tanggungjawab umat Islam terhadap nasib saudara-saudara mereka."
"Suasana ikhlas, tulus dan ketertiban para pembaca doa dari Iran ini telah menarik perhatian para peziarah dari negara lain. Nonya Zainah dari Belgia saat menyaksikan acara pembacaan doa Kumail yang sangat mengharukan ini mengungkapkan: "Sungguh, di sini seseorang akan merasakan kebenaran umat Islam. Acara-acara ini benar-benar menghidupkan semangat pengabdian pada jiwa manusia yang mana inilah tujuan dari haji."

WUDLU ITU SEHAT

Secara kesehatan wudlu sangat bermanfaat. Kalau diperhatikan, anggota badan yang dibasuh ketika berwudlu adalah anggota-anggota badan yang sering terbuka. Anggota badan kita yang terbuka sangat rentan didatangi kuman, selain memang kulit kita dihuni oleh kuman-kuman yang normal keberadaannya, kuman-kuman yang bersifat simbiotik mutualisme (keberadaannya membantu kulit misalnya dalam sistem pertahannan tubuh) juga kuman-kuman simbiotik komensalisme (keberadaanya tidak menimbulkan kerugian/penyakit) juga yang patogen potensial (opportunistic) (kuman yang akan menimbulkan penyakit), kuman-kuman ini yang dikenal dengan flora normal kulit. "Wahai orang-orang yang beriman apabila engkau hendak mendirikan sholat, maka basuhlah muka-muka kalian, tangan-tangan kalian hingga siku, dan usaplah kepala kalian dan basuhlah kaki-kaki kalian hingga kedua tumit" (al-Maidah : 6). Salah satu kewajiban kita adalah berwudlu yang merupakan syarat untuk mendirikan shalat. Secara syar'i, wudlu ditujukan untuk menghilangkan hadast kecil agar kita sah menjalankan ibadah, khususnya sholat. Minimal lima kali dalam sehari kita melakukan wudlu, yaitu untuk menjalankan sholat lima waktu. Meski demikian, kita dianjurkan untuk berwudlu tidak hanya ketika hendak mendirikan sholat, namun juga ketika hendak melakukan ibadah atau amalan yang baik, misalnya ketika kita hendak membaca al-Qur'an, ketika kita hendak mengikuti pelajaran, pengajian atau ketika kita hendak memasuki masjid dan mushola. Bahkan ketika kita hendak makan pun dianjurkan untuk mengambil air wudlu, dalam sebuah hadist Rasulullah s.a.w. bersabda :"keberkahan makanan adalah dengan wudlu sebelum dan sesudahnya" (Abu Dawud). Secara kesehatan wudlu sangat bermanfaat. Kalau diperhatikan, anggota badan yang dibasuh ketika berwudlu adalah anggota-anggota badan yang sering terbuka. Anggota badan kita yang terbuka sangat rentan didatangi kuman, selain memang kulit kita dihuni oleh kuman-kuman yang normal keberadaannya, kuman-kuman yang bersifat simbiotik mutualisme (keberadaannya membantu kulit misalnya dalam sistem pertahannan tubuh) juga kuman-kuman simbiotik komensalisme (keberadaanya tidak menimbulkan kerugian/penyakit) juga yang patogen potensial (opportunistic) (kuman yang akan menimbulkan penyakit), kuman-kuman ini yang dikenal dengan flora normal kulit. Menurut ilmu bacteria (mikrobakteriology), 1 cm meter persegi dari kulit kita yang terbuka bisa dihinggapi lebih 5 juta bakteri yang bermacam-macam. Bakteri ini perkembangannya sangat cepat dan salah satu faktor yang paling mempengaruhi perkembangannya adalah keseimbangan asam-basa (pH). PH permukaan kulit sangat berperan dalam memproteksi tubuh dan membatasi perkembangan kuman yang akan menimbulkan penyakit. Ketika membasuh kulit dengan air, maka keseimbangan pH dan kelembaban itu akan terkoreksi kembali dan diharapkan kembali normal. Kulit kita terdiri atas beberapa lapisan, salah satunya adalah epidermis pada lapisan terluar (yang mengadakan kontak langsung dengan lingkungan luar). Pada lapisan ini terdapat lapisan sel tanduk (stratum corneum) yang selalu mengalami deskuamasi (penggantian dan pembuangan sel-sel kulit mati pada stratum korneum) dan kadang sel-sel kulit yang mati dan mengelupas itu akan menyumbat pori-pori yang juga bermuara pada lapisan epidermis, hal inilah yg dapat menimbulkan penyakit pada kulit. Ketika berwudlu, maka air akan membantu membuang kotoran-kotoran, sisa-sisa sel kulit mati tadi dan meminimalisir jumlah kuman pada permukaan kulit kita. Menurut para ahli pada lembaga riset trombosis di London (Inggris), jika seseorang selalu mandi atau membasuh anggota tubuhnya, maka akan memperbaiki dan melancarkan sistem peredaran darah, air yang mengandung elektrolit-elektrolit akan membuat pembuluh-pembuluh darah mengalami vasodilatasi (pelebaran) sehinggga memperlancar peredarannya. Juga yang lebih penting adalah efek air pada tubuh kita, yaitu meningkatkan produksi sel-sel darah putih (leukosit) yang sangat berperan penting dalam system pertahanan tubuh (immunitas). Bahkan dari bunyi gemericik air dan kesejukannya, saraf-saraf tubuh yang mengalami ketegangan akibat aktifitas sebelumnya akan mengalami relaksasi juga mengembalikan kemampuan kerja otot-otot tubuh kita. Ketika berwudlu, kita juga dianjurkan berkumur, bersiwak (gosok gigi), membersihkan hidung, dan membersihkan sela-sela jari tangan dan kaki. Rasulullah s.a.w. pernah mengingatkan kepada umatnya :"Alangkah baiknya orang-orang yang mau menyela-nyela? Mereka bertanya: Siapa mereka wahai Rasulullah? Beliau menjawab : Mereka adalah yang mau menyela-nyela dalam wudlu dan dari makanan, dalam wudlu adalah dengan berkumur, menghisap air hidung dan menyela-nyela jari-jemari mereka pada saat berwudlu, sedangkan menyela-nyela gigi adalah membersihkannya dari bekas makanan. Sesungguhnya yang paling menjengkelkan kedua malaikat (pencatat) adalah ketika mereka melihat bekas makanan di sela-sela gigi mereka sedangkan mereka mendirikan sholat" (H.R. Ahmad dari Abu Ayub). Kalau kita tahu, mulut dan hidung kita ini merupakan sarang bakteri berbahaya. Bila kita tidak rajin membersihkannya bisa menimbulkan berbagai macam penyakit. Bakteri-bakteri tersebut semakin subur oleh bekas-bekas makanan yang ada di sela-sela gigi yang tidak kita bersihkan. Penelitian pernah membuktikan bahwa 90% dari mereka yang menderita kerusakan gigi, adalah karena keteledoran dalam melakukan kebersihan mulut. Penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri yang ada di mulut kita tidak hanya mengancam gigi dan gusi, tetapi juga mengancam sistem pencernaan kita, ini karena air liur yang kita telan berasal dari mulut. Ada beberapa penyakit yang dapat disebabkan kurang diperhatikannya kesehatan gigi dan mulut dan efeknya adalah timbul penyakit pada organ lain, misalnya sinusitis causa kerusakan gigi (geraham atas). Akhirnya, marilah kita senantiasa menjaga kebersihan dan kesehatan badan kita dengan rajin berwudlu dengan air yang suci dan bersih, dan dengan tata cara yang benar. Berwudlu tidak hanya beribadah, namun juga menjaga kesehatan kita. Rasulullah s.a.w. bersabda :"Muka dan tangan kalian nanti di hari kiamat berkilauan bekas dari berwudlu" (H.R. Muslim)

MENGUCAPKAN SALAM

Mengucapkan salam dan berjabat tangan kepada sesama Muslim adalah perkara yang terpuji dan disukai dalam Islam. Dengan perbuatan ini hati kaum Muslimin dapat saling bersatu dan berkasih sayang di antara mereka. Namun apa yang terjadi jika perbuatan terpuji ini dilakukan tidak pada tempat yang semestinya? Tidak ada kebaikan yang didapat bahkan pelanggaran syariatlah yang terjadi.
Dari Abu Hurairah dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam beliau bersabda : “Apabila salah seorang dari kalian bertemu dengan saudaranya maka ucapkanlah salam padanya. (Kemudian) jika pohon, tembok, atau batu menghalangi keduanya dan kemudian bertemu lagi maka salamlah juga padanya.” (HR. Abu Dawud dalam As Sunan nomor 5200 sanadnya shahih dan para perawinya tsiqah. Lihat Silsilah Al Ahadits As Shahihah nomor 186)
Pada hadits ini Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam memerintahkan seorang Muslim mengucapkan salam kepada saudaranya yang Muslim jika menjumpainya. Karena salam dapat menggalang persatuan, menghilangkan rasa benci, dan mendatangkan cinta. Perintah di dalam hadits ini bersifat istihbaab yang maknanya anjuran dan ajakan, bukan wajib (lihat dalil-dalil yang memalingkan dari hukum wajib ke hukum istihbaab dalam kitab Aqdu Az Zabarjad fi Tahiyyati Ummati Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam).
Tidak dibedakan dalam mengucapkan salam tersebut antara orang yang berada di dalam ataupun di luar masjid. Bahkan sunnah yang shahihah (terang) menunjukkan disyariatkannya mengucapkan salam kepada orang yang berada di dalam masjid baik ketika shalat ataupun tidak.
Dari Ibnu Umar radliyallahu ‘anhu, dia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam keluar menuju Quba dan shalat di sana. Lalu datang orang-orang Anshar kemudian mereka mengucapkan salam kepadanya sedangkan beliau sedang shalat. Dia (Ibnu Umar) berkata : Lalu saya bertanya kepada Bilal : “Bagaimana kamu lihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjawab salam mereka ketika mereka mengucapkan salam kepadanya padahal dia sedang shalat?” Ibnu Umar berkata : Bilal berkata : “Begini, sambil membentangkan telapak tangannya.” Begitu pula Ja’far bin ‘Aun membentangkan tangannya dan menjadikan telapak tangannya di bawah sedangkan punggungnya di atas.” (HR. Abu Dawud dalam As Sunan nomor 927 dan Ahmad dalam Al Musnad 2/30 dengan sanad shahih atas syarat Bukhari dan Muslim. Lihat Silsilah Al Ahadits As Shahihah nomor 185).
Dua Imam, Ahmad bin Hanbal dan Ishaq bin Rahuwiyah berpegang pada hadits ini. Al Marwazi berkata : [ Saya bertanya kepada Ahmad : “Apakah salam diucapkan kepada kaum yang sedang shalat?” Dia menjawab : “Ya.” Lalu beliau menyebutkan kisah Bilal ketika ditanya oleh Ibnu Umar : “Bagaimana beliau menjawab (salam)?” Dia berkata : “Dia memberi isyarat.” Ishaq juga berkata sebagaimana yang dia katakan. ] (Masa’il Al Marwazi halaman 22).
Riwayat ini dipilih oleh Al Qadli Ibnul Arabi, dia berkata : “Isyarat dalam shalat bisa jadi untuk menjawab salam atau karena suatu perkara yang tiba-tiba terjadi saat shalat juga karena kebutuhan yang mendesak bagi orang shalat. Jika untuk menjawab salam maka dalam hal ini terdapat atsar-atsar shahih seperti perbuatan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam di Quba dan selainnya. (Lihat ‘Aridlah Al Ahwadzi 2/162)
Dalil tentang disyariatkannya mengucapkan salam setelah shalat di masjid adalah hadits tentang orang yang jelek shalatnya, hadits yang terkenal (masyhur) dari Abu Hurairah : “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam masuk ke masjid. Lalu seseorang masuk dan shalat. Kemudian dia datang lalu mengucapkan salam kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjawab salamnya seraya berkata : “Kembalilah shalat karena sesungguhnya kamu belum shalat!” Maka orang itu kembali lalu shalat sebagaimana dia telah shalat sebelumnya. Kemudian dia datang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Hal itu dia lakukan tiga kali.” (HR. Bukhari, Muslim, dan selainnya)
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani berkata : “Dengan hadits ini, Shadiq Hasan Khan berdalil di dalam kitabnya Nuzul Al Abrar halaman 350-351 bahwa : “Jika seseorang diucapkan salam kepadanya kemudian dia mendatanginya dari dekat maka disunnahkan untuk mengucapkan salam untuk kedua dan ketiga kali padanya.”
Beliau juga berkata : “Hadits ini juga menjadi dalil disyariatkannya mengucapkan salam kepada orang di dalam masjid sebagaimana juga hadits tentang ucapan salam orang-orang Anshar kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam di Masjid Quba sebagaimana yang telah diterangkan sebelumnya. Akan tetapi kita temukan orang-orang tidak menghiraukan sunnah ini. Salah seorang mereka masuk Masjid tanpa mengucapkan salam pada orang yang berada di dalamnya karena mereka mengira bahwa hal itu makruh. Semoga apa yang kami tulis menjadi peringatan bagi mereka dan selainnya. Sedangkan peringatan itu bemanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (Silsilah Al Ahadits As Shahihah)
Jadi salam dan berjabat tangan dilakukan ketika datang atau hendak berpisah walaupun hanya sebentar. Sama saja apakah di dalam Masjid atau di luar masjid. Akan tetapi sayang sekali, tatkala Anda mengucapkan salam kepada seseorang saat berjumpa dengan Anda setelah shalat dengan ucapan assalamu’alaikum warahmatullahi maka dengan segera dia menjawab taqabbalallah. Dia mengira telah menegakkan apa yang telah Allah wajibkan atasnya berupa kewajiban membalas salam, seolah-olah dia tidak mendengar firman Allah Ta’ala: “Apabila kamu diberi penghormatan dengan salam penghormatan maka balaslah dengan yang lebih baik atau balaslah dengan yang sebanding. Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu.” (QS. An Nisa’ : 86)
Dan sebagian mereka bersegera mengucapkan pada Anda sebagai ganti dari salam dengan ucapan taqabbalallah (semoga Allah menerima amal kita) padahal Allah telah berfirman: “Salam penghormatan mereka pada hari mereka menemui-Nya ialah : ‘Salam’ “ (QS. Al Ahzab : 44)
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Sebarkanlah salam di antara kalian” (HR. Muslim dalam Shahih-nya nomor 54 dan Ahmad dalam Al Musnad 2/391, 441, dan 495 serta yang selainnya)
Beliau tidak menyatakan : “Katakanlah Taqabbalallah !!” Kita tidak mengetahui dari salah seorang sahabat pun atau salafush shalih Radliyallahu ‘anhum bahwa apabila mereka selesai dari shalat menoleh ke kanan dan ke kiri untuk menjabat tangan orang di sekitarnya agar diberkahi sesudah shalat. Seandainya salah seorang dari mereka melakukan hal itu, sungguh akan dinukilkan bagi kita meskipun dengan sanad yang lemah dan ulama akan menyampaikan pada kita karena mereka terjun di semua lautan ilmu lalu menyelam pada bagian yang terdalam dan mengeluarkan hukum-hukum darinya. Mereka tidak mungkin menyepelekan sunnah Qauliyyah, Fi’liyyah, Taqririyyah atau Sifat (sabda, perbuatan, persetujuan atau sifat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam). [ Tamamu Al Kalam fi Bid’ah Al Mushafahah Ba’da As Salam halaman 24-25 dan Al Masjid fi Al Islam halaman 225 ]
Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Al Jibrin berkata : “Mayoritas orang yang shalat mengulurkan tangan mereka untuk berjabat tangan dengan orang di sampingnya setelah salam dari shalat fardlu dan mereka berdoa dengan ucapan mereka ‘taqabbalallah’. Perkara ini adalah bid’ah yang tidak pernah dinukil dari para pendahulu Islam” (Majalah Al Mujtama’ nomor 855).
Bagaimana mereka melakukan hal itu sedangkan para peneliti dari kalangan ulama telah menukil bahwa jabat tangan dengan tata cara tersebut (setelah salam dari shalat) adalah bid’ah?
Al ‘Izzu bin Abdussalam berkata : “Jabat tangan setelah shalat Shubuh dan Ashar termasuk bid’ah kecuali bagi yang baru datang dan bertemu dengan orang yang menjabat tangannya sebelum shalat. Maka sesungguhnya jabat tangan disyaratkan tatkala datang. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam berdzikir setelah shalat dengan dzikir-dzikir yang disyariatkan dan beristighfar tiga kali kemudian berpaling. Diriwayatkan bahwa beliau berdzikir :
“Wahai Rabbku, jagalah saya dari adzab-Mu pada hari Engkau bangkitkan hamba-Mu.” (HR. Muslim 62, Tirmidzi 3398 dan 3399, dan Ahmad dalam Musnad 4/290)
Kebaikan seluruhnya adalah dalam mengikuti Rasul (Fatawa Al ‘Izzi bin Abdussalam halaman 46-47 dan lihat Al Majmu’ 3/488). Apabila bid’ah ini di masa penulis terbatas setelah shalat yang dua rakaat, maka sungguh di jaman kita ini hal itu telah terjadi pada seluruh shalat. Laa haula wala quwwata illa billah.
Al Luknawi berkata: Sungguh telah tersebar dua perkara di masa kita ini pada mayoritas negeri, khususnya di negeri-negeri yang menjadi lahan subur berbagai bid’ah dan fitnah, yaitu:
[Pertama] Mereka tidak mengucapkan salam ketika masuk masjid waktu shalat Shubuh, bahkan mereka masuk dan shalat sunnah kemudian shalat fardlu. Lalu sebagian mereka mengucapkan salam atas sebagian yang lain setelah shalat dan seterusnya. Hal ini adalah perkara yang jelek karena sesungguhnya salam hanya disunnahkan tatkala bertemu sebagaimana telah ditetapkan dalam riwayat-riwayat yang shahih, bukan tatkala telah duduk.
[Kedua] Mereka berjabat tangan setelah selesai shalat Shubuh, Ashar, dan dua hari raya, serta shalat Jum’at. Padahal pensyariatan jabat tangan juga hanya di saat awal bersua. ] (As Sa’ayah fi Al Kasyfi Amma fi Syarh Al Wiqayah halaman 264).
Dari perkataan beliau dapat dipahami bahwa jabat tangan antara dua orang atau lebih yang belum bersua sebelumnya tidak ada masalah. Syaikh Al Albani berkata di dalam As Silsilah As Shahihah 1/23 : “Adapun jabat tangan setelah shalat adalah bid’ah yang tidak ada keraguan padanya, kecuali antara dua orang yang belum bersua sebelumnya. Maka hal itu adalah sunnah.”
Al Luknawi berkata setelah menyebutkan silang pendapat tentang jabat tangan setelah shalat : “Di antara yang melarang perbuatan itu ialah Ibnu Hajar Al Haitami As Syafi’i, Quthbuddin bin ‘Ala’addin Al Makki Al Hanafi, dan Al Fadlil Ar Rumi dalam Majalis Abrar menggolongkannya termasuk dari bid’ah yang jelek ketika beiau berkata : “Berjabat tangan adalah baik saat bertemu.
Adapun selain saat bertemu misalnya keadaan setelah shalat Jum’at dan dua hari raya sebagaimana kebiasaan di jaman kita adalah perbuatan tanpa landasan hadits dan dalil! Padahal telah diuraikan pada tempatnya bahwa tidak ada dalil berarti tertolak dan tidak boleh taklid padanya.” (Sumber yang sama dan Ad Dienul Al Khalish 4/314, Al Madkhal 2/84, dan As Sunan wa Al Mubtada’at halaman 72 dan 87).
Beliau juga berkata : “Sesungguhnya ahli fiqih dari kelompok Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Malikiyah menyatakan dengan tegas tentang makruh dan bid’ahnya.” Beliau berkata dalam Al Multaqath : “Makruh (tidak disukai) jabat tangan setelah shalat dalam segala hal karena shahabat tidak saling berjabat tangan setelah shalat dan bahwasanya perbuatan itu termasuk kebiasaan-kebiasaan Rafidlah.” Ibnu Hajar, seorang ulama Syafi’iyah berkata : “Apa yang dikerjakan oleh manusia berupa jabat tangan setelah shalat lima waktu adalah perkara yang dibenci, tidak ada asalanya dalam syariat.”
Dan alangkah fasihnya perkataan beliau Rahimahullah Ta’ala dari ijtihad dan ikhtiarnya. Beliau berkata: Pendapat saya, sesungguhnya mereka telah sepakat bahwa jabat tangan (setelah shalat) ini tidak ada asalnya dari syariat. Kemudian mereka berselisih tentang makruh atau mubah. Suatu masalah yang berputar antara makruh dan mubah harus difatwakan untuk melarangnya, karena menolak mudlarat lebih utama daripada menarik maslahah.
Lalu kenapa dilakukan padahal tidak ada keutamaan mengerjakan perkara yang mubah? Sementara orang-orang yang melakukannya di jaman kita menganggapnya sebagai perkara yang baik, menjelek-jelekkan dengan sangat orang yang melarangnya, dan mereka terus-menerus dalam perkara itu.
Padahal terus-menerus dalam perkara mandub (sunnah) jika berlebihan akan menghantarkan pada batas makruh. Lalu bagaimana jika terus-menerus dalam bid’ah yang tidak ada asalnya dalam syariat?!
Berdasarkan atas hal ini, maka tidak diragukan lagi makruhnya. Inilah maksud orang yang memfatwakan makruhnya. Di samping itu pemakruhan hanyalah dinukil oleh orang yang menukilnya dari pernyataan-pernyataan ulama terdahulu dan para ahli fatwa. Maka riwayat-riwayat penulis Jami’ul Barakat, Siraj Al Munir, dan Mathalib Al Mu’minin misalnya, tidaklah mampu menyamainya karena kelonggaran penulisnya dalam meneliti riwayat-riwayat telah terbukti. Dan telah diketahui oleh Jumhur Ulama bahwa mereka mengumpulkan segala yang basah dan kering (yang jelas dan yang samar).
Dan yang lebih mengherankan lagi ialah penulis Khazanah Ar Riwayah tatkala ia berkata : (Nabi) ‘Alaihis Salam berkata : “Jabat tanganlah kalian setelah shalat Shubuh niscaya Allah akan menetapkan bagi kalian sepuluh (kebaikan).” Dan berkata Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Berjabat tanganlah kalian setelah shalat Ashar niscaya kalian akan dibalas dengan rahmah dan pengampunan.”
Sementara dia tidak memahami bahwa kedua hadits ini dan yang semisalnya adalah palsu yang dibuat-buat oleh orang-orang yang berjabat tangan itu. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. ] (As Sa’aayah fi Al Kasyfi Amma fi Syarh Al Wiqayah halaman 265)
Akhirnya sebagai penutup harus diperingatkan bahwa tidak boleh bagi seorang Muslim memutuskan tasbih (dzikir) saudaranya yang Muslim kecuali dengan sebab syar’i. Yang kami saksikan berupa gangguan terhadap kaum Muslimin ketika mereka melaksanakan dzikir-dzikir sunnah setelah shalat wajib kemudian dengan tiba-tiba mereka mengulurkan tangan untuk berjabat tangan ke kanan dan ke kiri dan seterusnya yang memaksa mereka tidak tenang dan terganggu, bukan hanya karena jabat tangan, akan tetapi karena memutuskan tasbih dan mengganggu mereka dari dzikir kepada Allah karena jabat tangan ini, padahal tidak ada sebab-sebab perjumpaan dan semisalnya.
Jika permasalahannya demikian, maka bukanlah termasuk dari hikmah jika Anda menarik tangan Anda dari tangan orang di samping Anda dan menolak tangan yang terulur pada Anda. Karena sesungguhnya ini adalah sikap yang kasar yang tidak dikenal dalam Islam. Akan tetapi ambillah tangannya dengan lemah lembut dan jelaskan kepadanya kebid’ahan jabat tangan ini yang diada-adakan manusia.
Betapa banyak orang yang terpikat dengan nasihat dan dia orang yang pantas dinasihati. Hanya saja ketidaktahuan telah menjerumuskannya kepada perbuatan menyelisihi sunnah. Maka wajib atas ulama dan penuntut ilmu menjelaskannya dengan baik. Bisa jadi seseorang atau penuntut ilmu bermaksud mengingkari kemungkaran tetapi tidak tepat memilih metode yang selamat. Maka dia terjerumus dalam kemungkaran yang lebih besar daripada yang diingkari sebelumnya. Maka lemah lembutlah wahai da’i-da’i Islam.
Buatlah manusia mencintai kalian dengan akhlak yang baik niscaya kalian akan menguasai hati mereka dan kalian mendapati telinga yang mendengar dan hati yang penuh perhatian dari mereka. Karena tabiat manusia adalah lari dari kekasaran dan kekerasan. (Tamam Al Kalam fi Bid’ah Al Mushafahah Ba’da As Salam halaman 23)

(Dikutip dari: Al Qaulul Mubin fi Akhth’ail Mushallin karya Syaikh Masyhur Hasan Salman)

POLIGAMI DALAM ISLAM

Pendahuluan
Islam adalah agama universal yang
mengatur segenap tatanan kehidupan manusia. Sistem dan konsep yang dibawa Islam
sesungguhnya padat nilai dan memberikan manfaat yang luar biasa kepada umat
manusia. Konsepnya tidak hanya berguna pada masyarakat muslim, tapi dapat
dinikmati siapapun. Sistem Islam ini tidak mengenal batas ruang dan waktu,
tetapi selalu laik diterapkan kapan dan di mana saja tanpa menghilangkan
faktor-faktor kekhususan suatu masayarakat. Semakin utuh konsep itu
diaplikasikan, semakin besar manfaat yang diraih.
Di sisi lain,
syariat Islam banyak dipahami orang secara keliru. Penyebab utama adalah faktor
“keawaman” terhadap hukum Allah ini. Juga tak bisa dipungkiri keterlibatan
Barat dalam memperburuk asumsi itu.

face=”Times New Roman” size=”2″>Allah SWT yang menciptakan manusia, tidak
mungkin menetapkan yang tidak relevan dengan kehidupan manusia. Allah Maha
Mngetahui segala sesuatu, termasuk sikap, sifat dan kecenderungan manusia
dengan segala tabiatnya, baik dia jenis laki-laki maupun wanita, baik secara
individu maupun sosial.

face=”Times New Roman” size=”2″>Di antara beberapa hukum yang mendapat
perhatian Allah SWT dalam kaitannya dengan manusia adalah hukum poligami
(ta’addud zaujat).
Poligami merupakan persoalan kemanusiaan dan masyarakat
yang selalu menjadi bahan perbincangan di setiap tempat dan waktu. Bukan karena
Islam telah menurunkan syariat tentang itu, tapi jauh sebelumnya persoalan
poligami sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia di setiap
zaman.

Pada zaman kini pun banyak kita temukan pendapat pro dan kontra di
sekitar persoalan ini. Sebagian masyarakat dewasa ini banyak melihat dengan
sebelah mata terhadap lelaki yang mempunyai lebih dari satu isteri. Bahkan
orang yang berpoligami terkadang menjadi buah bibir dan cemoohan di masyarakat.
Banyak tuduhan negatif yang dilemparkan kepada mereka yang berpoligami. Hal ini
disebabkan suatu kenyataan bahwa kebanyakan dari mereka sering menimbulkan
masalah dalam keluarganya. Di sisi lain ada orang yang berpandangan bahwa
poligami adalah sunnah Rasulullah SAW sehingga mendorongnya untuk melakukan
ibadat sunnah sebanyak-banyaknya, termasuk berpoligami. Bahkan ada sebagian
orang berpendapat bahwa poligami adalah suatu kewajiban sesuai dengan ayat yang
tersebut dalam Al-Qur’an, dengan alasan bahwa kalimat (amr) perintah dalam
Al-Qur’an tersebut mengandung hukukm wajib.
Lalu bagaimana
sebenarnya Islam menyikapi persoalan ini?. Tulisan ini mencoba mengetengahkan
persoalan di atas menurut pandangan Islam. Harapan penulis semoga tulisan yang
sederhana ini menambah wawasan pengetahuan kita tentang ajaran Islam universal,
meskipun penulis sadar bahwa hal ini belum sepenuhnya mendudukkan persoalan
pada proporsinya yang sesuai dengan Islam.
Poligami
Dalam Tinjauan Historis

Persoalan poligami bukan hanya eksis pada
masa Islam, ia telah ada sejak sebelum datangnya Islam dan telah dipraktekkan
oleh bangsa-bangsa terdahulu., seperti bangsa Yunani, Cina, India, Babilonia,
Mesir dan bangsa lain yang mempunyai peradaban tinggi dalam sejarah dunia.
Bahkan bangsa Cina pernah mempunyai undang-undang yang membolehkan laki-laki
berpoligami dengan 130 wanita. Sejarah Cina juga pernah mencatat bahwa salah
seorang bangsawannya pernah memiliki isteri sebanyak 30.000
isteri.

Bangsa Yahudi pun tidak berbeda dengan bangsa lainnya. Ia
membolehkan pengikutnya berpolgami. Bahkan para nabi Bani Israil, tanpa
terkecuali, mempunyai banyak isteri. Dalam sejarah tercatat bahwa Nabi Sulaiman
memiliki 700 isteri dari orang merdeka dan 300 wanita dari kalangan hamba
sahaya.

Dalam Bibel, meskipun tidak ada ayat-ayat yang menyentuh poligami,
tapi tidak ada satu ayat pun yang melarang poligami. Di sana Cuma ada nasehat
bahwa Tuhan telah menjadikan bagi laki-laki seorang isteri. Secara tersirat,
ayat ini mengandung pengertaian bahwa boleh berpoligami dalam situasi tertentu,
sebab tidak ada yang menyebutkan bahwa bila seseorang kawin dengan isteri kedua
disebut sebagai penzina. Meskipun dalam Bibel tidak disebutkan secara sarih,
tapi surat Paulus menyebutkan bolehnya berpoligami. Surat Paulus itu berbunyi:
“Seorang uskup hanya boleh memiliki satu isteri”. Bunyi surat ini
mengandung arti boleh berpoligami bagi selain uskup.
Waster Mark,
pakar sejarah perkawinan pernah menulis: “Poligami telah diakui gereja hingga
abad ke 17”. Ia juga menyebutkan bahwa raja Irlandia, Masdt memiliki dua
isteri.

Marthin Luther pun sering berbicara tentang poligami dan tak seorang
pun mengingkarinya.
Pada tahun 1949 penduduk Bonn pernah mengajukan tuntutan
kepada pemerintahnya agar memasukkan hukum dibolehkannya poligami dalam
undang-undang Jerman.
Memang para pakar telah banyak memuji hukum poligami, di
antaranya Grotius, seorang ahli hukum terkenal. Ia membenarkan telah terjadi
poligami pada para pendeta dan nabi bangsa Ibrani yang tersebut dalam
Perjanjian Lama.
Dalam sejarah pun pernah disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW
pernah memerintahkan seorang yang telah masuk Islam untuk mencerai
isteri-isterinya yang berjumlah lebih dari empat dan untuk cukup dengan empat
isteri saja. Ini menunjukkan bahwa pada zaman Jahiliyyah telah terjadi
poligami.
Poligami dan Islam
align=”justify”> Dalam Islam
masalah poligami sudah tidak asing lagi. Dan justrtu ramainya perbincangan
tentang poligami lebih dikarenakan ia ada dalam hukum Islam yang dewasa ini
Islam menjadi sasaran serangan kaum yang benci terhadap Islam, terlebih setelah
timbulnya analisis dari seorang pakar futurulog Samuel Huntington yang
menyatakan bahwa setelah runtuhnya masa perang dingin dengan Uni Soviet
(komunis), akan terjadi pertentangan antara peradaban Barat dengan
Islam.

Dalam menyikapi persoalan poligami, ada dua ayat dalam surat An-Nisa
yang saling berhubungan untuk mengambil suatu natijah hukum, atau paling tidak
mengenal lebih proporsional kedudukan poligami dalam Islam.
Ayat pertama
terdapat dalam surat An-Nisa ayat 3 yang berbunyi: وان
خفتم ألا تقسطوا في اليتامى فانكحوا ما طاب
لكم من النساء مثنى وثلاث ورباع فان خفتم
ألاتعدلو فواحدة أو ما ملكت أيمنكم ذلك أدنى
ألا تعولوا

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu
mengawininya), maka kawinlah wanita (lain) yang kamu senangi; dua, tiga atau
empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berbuat adil, maka (kawinlah)
seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki, yang demikian itu adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya (Ani-Nisa: 3)
Ayat berikutnya
firman Allah SWT:
ولن تستطيع أن تعدلوا بين
النساء ولو حرصتم فلا تميلوا كل الميل
فتذروها كالمعلقة وأن تصلحوا وتتقوا فا ن
الله كان غفورا رحيما
“Dan kamu
sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walau
pun kamu sangat ingin berbuat demikian. Karena itu jangan kamu terlalu
cenderung (kepada yang kamu cintai) sehingga kamu biarkan yang lain
terkatung-katung, dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari
kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
(An-Nisa: 129)
Dari dua ayat di atas dapat diambil kesimpulan sebagaimana
yang dipahami pula oleh Jumhur muslimin sejak zaman Nabi, sahabat, tabi’in
dan masa tumbuhnya ijtihad sebagai berikut:
1. Hukum poligami hingga empat
isteri adalah mubah, karena lafadz “fankihu” walaupun berupa amr
(perintah) tapi mengandung makna mubah, bukan wajib. Sebagaimana hal itu pun
menjadi pendapat jumhur mujtahidin dalam setiap masa. Oleh karena itu
pendapat yang mengatakan bolehnya berpoligami lebih dari empat adalah
pendapat yang tidak berdasar.
2. Mubahnya hukum pilogami harus dengan syarat dapat berbuat
adil terhadap para isteri. Jika tidak yakin bahwa dirinya tidak dapat berbuat
adil, maka tidak boleh kawin poligami. Namun demikian bila orang tersebut
melangsungkan perkawinannya, maka akad nikahnya tetap sah menurut ijma’
(konsensus) ulama meskipun ia tetap dihukumi berdosa. Para ulama sepakat,
sebagaimana dikuatkan oleh tafsir dan perbuatan rasulullah SAW, bahwa yang
dimaksud dengan adil di sini (ayat pertama) adalah adil dalam pengertian segi
materi, seperti rumah, pakaian, makanan, minuman dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan mu’amalah kepada isteri.
3. Ayat pertama menunjukkan
persyaratan kemampuan memberi nafkah kepada isteri kedua dan anak-anaknya.
Hal ini berdasarkan lafadz “an laa ta’uulu” yang berarti
jangan memperbanyak keluargamu. Ini merupakan tafsir ma’tsur dari Imam
Syafi’i. Persyaratan ini merupakan syarat keagamaan bukan syarat
qodlo’ (sah atau tidaknya perbuatan).
4.
Ayat kedua memberi gambaran bahwa
berbuat adil dalam mencintai isteri-isteri adalah suatu hal di luar
kemampuan. Oleh karena itu sang suami hendaknya jangan terlalu berpaling
membiarkan isteri pertama sehingga terkatung-katung, digauli tidak,
diceraikan pun tidak. Tapi hendaknya sang suami dapat menggaulinya dengan
lemah lembut dan baik semampunya, sehingga dapat meraih cintanya lagi. Oleh
sebab itu ketika Rasulullah SAW berusaha berbuat adil terhadap
iateri-isterinya beliau berkata:
اللهم
هذا قسمي فيما أملك فلا تؤاخذني فيما لا
أملك
“Ya Allah, inilah bagaianku yang ku miliki, janganlah Kau
hukum aku pada apa yang tak ku miliki”
Namun demikian, di sisi lain ada
sebagian orang memahami kedua ayat di atas sebagai sesuatu larangan
berpoligami. Mereka mendasrkan pendapatnya bahwa ayat pertama mensyaratkan adil
terhadap isteri-isteri, sedangkan ayat ke dua menunjukkan kemustahilan
melakukannya. Sehingga, menurut mereka, poligami disyaratkan dengan suatu
syarat yang mustahil terwujud, jadi poligami adalah dilarang.
Tentunya pendapat mereka ini mempunyai kelemahan dan dapat dibantah dari beberapa
tinjauan:
1.
Bahwa dalil yang menjadi syarat pada ayat pertama bukan adil yang
disebutkan pada ayat kedua. Yang dimaksud dengan adil pada ayat pertama
adalah adil yang masih mungkin dapat dilakukan suami, yaitu adil yang
bersifat materi seperti pakaian, nafkah dan lain sebagainya. Sedangan adil
yang tidak mungkin terwujud –seperti yang tersebut pada ayat ke dua- adalah
adil maknawi (abstrak) seperti rasa cinta dan kecendrungan hati. Sebab
biasanya bila seorang kawin lagi dengan wanita kedua, ia lebih cenderung
berpaling dari isteri pertama. Namun demikian, adil bersifat materi tetap
menjadi syarat kelangsungan berpoligami.
2.
Allah hanya memberi taklif (kewajiban)
kepada hambanya yang mampu, padahal dalam ayat kedua jelas-jelas Allah
menyatakan ketidakmampuan manusia berbuat adil maknawi. Oleh karena itu Allah
tidak akan menghukum dan menyalahkan orang yang memang jelas-jelas tidak
mampu melakukannya dan oleh karena itu, adil pada ayat kedua tidak di tuntut
oleh Allah SWT.
3.
Jika Allah melarang poligami, maka mengapa Allah berfirman pada
ayat pertama “Nikahilah wanita-wanita yang baik; dua, tiga, empat”?. Jika
Allah bermaksud melarang, mengapa tidak langsung saja berkata: “Janganlah
kawin dua dan seterusnya”?
4. Jika poligami dilarang dalam Islam, mengapa Rasulullah SAW
menyetujui poligami para sahabat?. Sebagaimana kita ketahui bahwa Rasululla
SAW pernah mengizinkan poligami hingga empat wanita tatkala banyaknya orang
masuk Islam dan memiliki lebih dari empat isteri, lalu rasulullah SAW
membatasinya hingga empat saja.
Di samping itu sejarah membuktikan
bahwa para sahabat, tabi’in dan para ulama ada yang berpoligami. Maka tidak
mungkin pula kita mengatakan bahwa mereka salah dalam memahami dua ayat di
atas. Karena para sahabat, tabi’in dan ulama adalah orang yang mengerti akan
ajaran Islam.
Islam dan Reformasi
Poligami
Sebagaimana disebutkan di awal Tulsan ini bahwa praktek
poligami telah ada sebelum datangnya Islam. Maka ketika Islam datang ia telah
melakukan beberapa reformasi dalam bidang poligami, di antaranya adalah
pembatasan poligami hingga empat wanita saja. Karena sebagaimana ditemukan pada
masyarakat Jahiliyyah bahwa seorang laki-laki boleh mengawini lebih dari empat
wanita.

Bentuk refomasi lainnya adalah bahwa Islam menekankan berbuat adil
terhadap isteri-isteri. Contoh yang jelas dalam masalah ini adalah ketika
Rasulullah SAW sakitnya keras dan mendekati kematian. Beliau ingin sekali
bermalam di setiap isteri-isterinya hingga ketika tidak bisa lagi berjalan
beliau meminta ijin kepada isteri-isterinya untuk tinggal di tempat Aisyah
ra.

Bentuk reformasi lain adalah bahwa Islam telah menanamkan rasa takut
kepada Allah SWT. Dengan demikian ketika menghadapi isterinya, seorang muslim
tidak berbuat semena-mena dan semaunya. Ia menjadi orang tawadhu’ dan berbuat
baik terhadap isteri-isterinya.

Dengan pendidikan Islam seperti inilah
terwujudnya ketenteraman, hilangnya cemburu buta dan kerukunan di antara
anggota keluarga. Rumah tanggal ideal seperti inilah yang pernah dialami para
sahabat dan orang-orang yang bertakwa pada masa permulaan
Islam.

Urgensi Poligami Secara Sosial.
Dalam sekala sosial, poligami mempunayi beberapa urgensi:
Pertama, dalam situasi normal.
Sering terjadi populasi wanita melebihi jumlah pria, sebagaimana yang ditemukan
di negara-negara Eropa Utara. Pada masa di mana tidak ditemukan peperangan,
biasanya jumlah kaum hawa lebih banyak dari kaum Adam. Salah seorang dokter
bersalin di Helsinky, Finlandia pernah berkata bahwa setiap terjadi kelahiran
empat bayi, satu dari padanya adalah bayi laki-laki.
Dalam kondisi seperti ini, maka poligami merupakan persoalan yang urgen, baik ditinjau dari
kemaslahatan etika maupun sosial. Poligami dalam kondisi ini lebih baik dari
pada ditemukannya wanita-wanita yang tak mendapatkan jodoh bergentayangan di
jalan-jalan, tidak punya keluarga, tidak pula rumah. Keadaan ini dapat
mengundang kejahatan dan perilaku negatif serta penyakit
sosial.

Oleh karena itu sejak awal abad ini, para pakar Barat yang sadar
akan bahaya pelarangan poligami telah mewanti-wanti bahaya pelarangan tersebut
dengan timbulnya kenakalan wanita dan lahirnya anak-anak tanpa ayah. Dalam
edisinya tanggal 20 April 1901 harian “Lagos Weekly Record” pernah memuat
tulisan yang dinukil dari dari harian “London Trust” tulisan seorang wanita
Inggris yang berbunyi: “Telah banyak wanita jalanan di tengah-tengah
masyarakat kita, tapi sedikit sekali para ilmuwan membahas sebab-sebabnya. Saya
adalah seorang wanita yang hati ini merasa pedih menyaksikan pemandangan ini.
Tapi kesedihanku tak bermanfaat apa-apa, maka tidak ada jalan lain kecuali
menghilangkan kondisi ini. Maka benarlah apa yang dilakukan seorang ilmuwan
bernama Thomas, ia telah melihat penyakit ini dan menyebutkan obatnya, yaitu
“membolehkan laki-laki kawin dengan lebih dari satu wanita”. Dengan cara
inilah segala musibah akan berlalu, dan genarasi wanita kita akan mempunyai
rumah tangga. Bencana yang besar kini adalah karena memaksa pria Eropa untuk
cukup kawin dengan satu orang wanita”.
Kedua, dalam kodisi di mana jumlah
laki-laki lebih sedikit dari jumlah wanita akibat pertempuran atau bencana
alam. Dalam kondisi ini maka poligami menjadi urgen bagi tatanan sosial seperti
yang terjadi pada masa perang dunia.
Urgensi Poligami Secara
Individual
Di samping urgensi poligami secara sosial, ada beberapa
hal sehingga secara individual pun poligami menjadi sesuatu yang sangat urgen.
Antara lain adalah:
Pertama, bila seorang isteri mandul sementara sang suami
ingin sekali memiliki keturunan. Keinginan memiliki keturunan adalah sesuatu
hal yang wajar dan fitrah. Dalam situasi seperti ini hanya ada dua kemungkinan:
mencerai isteri mandul atau kawin lagi. Tentunya mempertahankan perkawinan bagi
seorang laki-laki dan wanita adalah lebih baik dari pada bercerai. Biasanya
seorang wanita yang mandul lebih memilih dimadu dari pada hidup sendirian.
Sebab bila memilih cerai, ia khawatir tidak ada lelaki lain yang ingin
mengawininya.
Kedua, bila isteri mempunyai suatu penyakit yang menyebabkan
suami tidak bisa menggaulinya. Bila dicerai biasanya suami akan merasa malu
terhadap masyarakatnya, demikian juga isteri akan merasa tidak berarti lagi
dalam hidupnya. Sementara itu kebutuhan biologis suami harus tetap dipenuhi.
Oleh karena itu dalam keadaan demikian, maka poligami adalah jalan keluar dari
persoalan di atas.
Ketiga, keadan laki-laki mempunyai kecendrungan hiper sex
yang bila hanya satu isteri, kebutuhannya tidak terpenuhi, baik karena sang
isteri memasuki masa monopause maupun disebabkan datang bulan (haid). Dalam
keadaan ini tentunya poligami adalah tindakan yang paling baik dibandingkan
harus “jajan” di tempat-tempat mesum.
Dari keterangan di atas tentang
beberapa keadaan di mana poligami menjadi begitu urgen bagi seorang laki-laki,
timbul pertanyaan, mengapa tidak diberi kesempatan pula kepada wanita untuk
melakukan hal yang sama, yaitu dengan melakukan poiandri (mempunyai lebih dari
satu suami) ?. Jawaban atas pertanyaan ini dapat dikemukakan dengan simpel
saja. Yaitu bahwa persamaan hak dalam masalah poligami antara laki-laki dan
wanita adalah perkara yang mustahil. Sebab berapa pun jumlah suami seorang
wanita, ia tetap akan hamil dan melahirkan setahun sekali. Berbeda dengan
laki-laki yang bisa saja mempunyai beberapa anak dari isteri-isterinya. Bila
seorang wanita mempunyai lebih dari satu suami, kepada siapakah anaknya nanti
akan dinisbatkan ? apakah kepada mas Slamet, le Toha atau kang Dandi ? atau di
sebut bin rame-rame ?. Di samping itu, siapakah yang akan menjadi kepala
keluarganya ? Mungkinkah kepala keluarga dipegang oleh orang
banyak?.

Sisi Negatif Poligami.
Selain beberapa keunggulan yang terdapat pada sistem poligami, kita juga tidak menutup mata
bahwa secara empiris masih dijumpai sisi negatif dari poligami. Sisi negatif
ini timbul disebabkan beberapa faktor. Namun faktor utama dari segalanya adalah
kembali kepada manusianya itu sendiri. Banyak dari kalangan kita yang
menyalahgunakan kebolehan polgami ini, di samping itu keislaman dan kesalehan
orang yang bersangkutan masih kurang dari yang diharapkan. Maka banyak terjadi
berbagai persoalan negatif yang ditimbulkan poligami, antara
lain:
1.
Timbulnya rasa dengki dan permusuhan di antara para isteri.
Persaaan ini biasanya timbul karena suami lebih mencintai satu isteri dari
pada isteri yang lain, atau karena kurang adanya keadilan. Tapi hal ini
jarang terkadi bila sang suami dan isteri mengerti hak dan
kewajibannya.
2.
Perasaan di atas juga biasanya terwarisi hingga kepada
anak-anaknya dari masing-masing isteri, sehingga rasa persaudaraan tidak ada
lagi.
3. Timbulnya
tekanan batin bagi sang isteri pertama, karena biasanya sang suami lebih
mencintai isteri barunya. Perasaan ini mengakibatkan isteri pertama kurang
bahagia dalam hidupnya.
4. Poligami juga menjadi penyebab timbulnya genarasi santai,
mereka lebih suka bermejeng di jalanan untuk menghabis-habiskan masa mudanya.
Hal ini juga disebabkan karena kurangnya perhatian dari sang
ayah.
Dalam menjalani peraturan agama, memang ada beberapa hal
yang harus kita hadapai dengan pengorbanan. Dalam poligami, kenyataan itu
hampir sama yang ditemukan pada perang (jihad). Di sana ada yang sakit, terluka
dan tewas menjadi korban. Tapi bila timbulnya korban adalah suatu hal yang
harus terjadi karena suatu kondisi, maka justru segala pengorbanan dan
penderitaan harus dipikul. Oleh karena itu Dr. Musthofa Siba’i dan Muhammad
Qutub menyatakan bahwa poligami dapat dilaksanakan hanya dalam keadaan darurat.
Oleh sebab itu bila seseorang melakukan sesuatu yang menimbulkan pengorbanan
dan penderitaan tanpa didasari keadaan darurat, maka sama saja orang itu
seperti orang gila.
Sementara itu di sisi lain, kita tidak pula mengatakan bahwa
perasaan yang dialami wanita sebagai sesuatu yang menafikan hukum poligami.
Sebab bila seorang laki-laki tetap melirik wanita lain, akankah ketiadaan hukum
poligami menghilangkan kecenderungan lelaki tersebut ? Bukankah ia bisa saja
menghianati isterinya ? Ia bisa juga berhubungan dan bergaul dengan wanita lain
tanpa diketahui sang isteri. Dan hal ini telah terjadi, bahkan meskipun sudah
diketahui sang isteri, tapi ia tidak berbuat apa-apa. Inilah yang sering banyak
terjadi di masyarakat Barat dan orang-orang yang suka menyeleweng (dalam arti
yang sebenarnya, tanpa nikah yang sah). Bila demikian halnya, bukankah lebih
baik bila isteri, suami dan wanita lain itu sama-sama tahu dan saling mengenal
serta saling rela dan sah ?. Bukankah lebih baik bila dilakukan tanpa melanggar
hukum Allah dan RasulNya?. Sehingga keturunan pun jelas dan terhindar dari
masksiat?.
Poligami dan Umat Islam
Kini
Setelah timbulnya kesadran umat Islam tentang besarnya
pengaruh pemikiran Barat melalui jalur informasi, buku-buku dan para
orientalisnya, para pakar Islam berupaya untuk menata kembali masyarakat Islam
agar bangkit dari tidurnya.

Di antara pemikiran Barat yang banyak
mempengaruhi pola pikir umat Islam adalah melempar keraguan kepada umat Islam
tentang hukum poligami. Sehingga persoalan ini menjadi perdebatan di kalangan
umat Islam. Sayangnya, banyaknya timbul poligami di kalangan umat Islam dewasa
ini justru terjadi di saat umat Islam tidak mengenal agamanya, jauhnya dari
hukum Islam dan akhlak Islam sehingga menyebabkan timbulnya penyakit sosial di
masyaraklat muslim. Di tengah kondisi keterbelakangan inilah kaum orientalis
Barat menyerang agama Islam dengan sangat empuknya.
Oleh Karena itu,
para pakar muslim terpanggil untuk menjawab segala tuduhan dan serangan mereka
tentang poligami. Di antara para pakar yang banyak menanggapi persoalan ini
adalah Syeikh Muhammad Abduh, Beliau menulis tentang bahaya poligami yang
beliau saksikan sendiri pada masanya. Beliau pernah menyampaikan ceramah di Al
Azhar yang salah seorang mahasiswanya bernama Rasyid Ridlo. Perkuliahan ini
kemudian dimuat dalam majalah “Al Mannar” yang kemudian dikutip dalam kitab
tafsirnya (juz 4/349).
Abduh berkata: “Orang yang menghayati kedua ayat
(maksudnya ayat An-Nisa yang tersebut di permulaan tulisan ini) ia akan
mengerti bahwa diperbolehkannya poligami dalam Islam adalah sebagai suatu
perkara yang mempunyai ruang sempit, ia seakan satu darurat yang hanya
diperbolehkan bagi yang membutuhkannya dengan persyaratan jujur dan adil serta
tidak berlaku lalim.. Bila melihat kerusakan yang terjadi di masyarakat kita
dewasa ini akibat poligami, kita meyakini bahwa sulit sekali membina
(mentarbiyah) masyarakat yang sudah banyak terjangkit poligami. Karena rumah
yang di sana terdapat dua isteri seakan tidak pernah ditemukan ketenangan,
tidak karuan, bahkan suami dan isteri-isteri seakan bekerja sama dalam
menciptakan kehancuran rumah tangga, seakan setiap pribadi adalah musuh bagi
lainnya hingga menjalar kepada anak-anaknya, anggota keluarga dan
masyarakat.

Abduh berkata pula: “Adalah poligami pada masa permulaan Islam
mempunyai beberapa manfaat, antara lain menyambung keturunan dan persaudaraan
dan tidak menyebabkan kerusuhan seperti sekarang ini. Sebab agama sudah
tertanam kuat pada diri kaum wanita dan pria. Oleh karena itu hendaknya
janganlah membiarkan kaum wanita tidak mengerti bagaimana menghormati suami dan
menyayangi anak. Jangan membiarkan wanita dalam kebodohannya tentang agama.
Seandainya wanita terdidik dengan pendidikan agama, ia menjadikan agama di atas
segala perasaan dan cemburunya sehingga tidak akan terjadi bahaya yang
diakibatkan poligami.
Beliau berkata pula: “Dengan demikian kita mengetahui
bahwa poligami adalah sebagai sesuatu yang haram ketika seseorang takut tidak
bias berbuat adil”.
Namuan demikian di bagian lain Abduh berkata: “Dari
penjelasan terdahulu, bukan berarti bahwa bila terjadi akad nikah (poligami)
maka tidak sah akadnya. Sebab keharaman sesuatu tidak berarti batalnya akad.
Karena bisa saja berbuat zalim ketika mulai berumah tangga kemudian sadar dan
taubat sehingga mencapai hidup bahagia”.
Dari ucapan Muhammad Abduh di atas,
Musthofa Siba’i menyimpulkannya sebagai berikut:
1. Abduh tidak melihat adanya
bahaya di masyarakat yang timbul akibat poligami pada masa permulaan
Islam
2. Abduh
melihat adanya bahaya yang timbul di masyarakat akibat poligami sebagaimana
ia saksikan
3.
Abduh juga mengusulkan pentingnya peraturan yang dapat
meminimalkan bahaya poligami di masyarakat.
Walaupun secara
eksplisit Abduh tidak melarang poligami, namun sebagian orang mungkin
memahaminya sebagai suatu larangan. Dalam hal ini kita tidak sependapat dengan
orang yang memahaminya sebagai suatu larangan. Karena pelarangan poligami sama
halnya dengan merubah hukum yang telah ditetapkan Allah SWT. Di samping itu
juga poligami masih tetap diperlukan dalam keadaan tertentu bagi suatu bangsa,
baik bersifat individual maupun sosial.
Rasulullah SAW dan Poligami Sebelum mengakhiri tulisan tentang poligami, kurang lengkap rasanya bila kita tidak
membahas tetang perkawinan dan poligami Rasulullah SAW. Sebagaimana kita ketahui, bahwa di antara beberapa hukum yang diturunkan kepada Rasulullah SAW
untuk umatnya, ada beberapa hukum yang hanya khusus diberlakukan kepada
Rasulullah SAW. Di antaranya adalah kewajiban qiyamullail bagi
Rasulullah SAW dan dibolehkannya berpoligami lebih dari empat wanita.
Kekhususan ini disebabkan beliau adalah seorang Rasul dan karena ada hikmah
tertentu yang Allah SWT inginkan.

Namun demikian pihak musuh Islam selalu
mencari jalan untuk dapat mengkritik Rasulullah SAW agar umatnya tidak lagi
menaruh hormat kepada nabinya atau menanamkan keraguan terhadap rasulnya.
Karenanya mereka tidak segan-segan melempar tuduhan kepada pribadi
beliau.

Di antara tuduhan mereka terhadap Rasulullah SAW adalah masalah
poligami. Mereka menuduh bahwa Rasulullah SAW adalah seorang yang sangat haus
sex, tukang main perempuan dan lain sebagainya. Oleh karena itu ia tidak puas
hanya dengan satu wanita. Ia juga sangat berbeda dengan Yesus (maksud mereka
Isa as). Isa adalah orang yang suci, tidak pernah mengumbar nafsunya, tidak
seperti Muhammad.
Untuk menjawab tuduhan di atas, ada dua hal penting yang
harus kita ingat:
1. Rasulullah SAW tidak pernah mengawini wanita lebih dari
satu, kecuali setelah beliau memasuki usia senja, yaitu usia lebih dari 50
tahun.
2. Seluruh
isteri-isteri Rasulullah SAW berstatus janda, kecuali hanya Aisyah
ra.
Dari dua point ini dapat kita simpulkan, bahwa meskipun
sebagai seorang manusia dan mempunyai nafsu birahi serta tidak menutup
kemungkinan ada dorongan naluri manusia dalam mengawini wanita-wanita, tapi di
balik itu semua ada maksud luhur. Oleh karena itu untuk mengatakan bahwa
perkawinan Rasul dengan banyak wanita sama denga poligami yang dilakukan oleh
kebanyakan orang sekarang atau disamakan dengan kebutuhan sex orang Barat
adalah sebagai sesuatu yang naïf. Hal ini dapat dikemukakan beberapa alasan,
selain dua alasan pokok di atas:
1.
Andai kata semata-mata hanya dorongan
syahwat saja, mengapa Rasulullah SAW tidak memilih yang gadis-gadis saja?
Padahal Rasulullah pernah menganjurkan sahabat Jabir bin Abdullah untuk lebih
baik mengawini gadis dari pada janda karena seorang gadis lebih bisa
bermesraan dan bercanda.
2. Seandainya Rasul mau gadis, bukankah beliau bisa saja
meminta kepada sahabat-sahabatnya untuk memberikam anak gadisnya kepada
Rasulullah SAW ? Bukankah kesetiaan sahabat begitu besar kepada Rasulullah
SAW dan siap memberikan apa saja yang diminta ?.
Oleh karena itu,
tentu di balik poligami Rasul ada hikmah yang Allah kehendaki. Di antara
hikmah-hikmah tersebut adalah:
1.
Hikmah Pendidikan

Dengan poligami, Rasulullah SAW banyak
mengeluarkan wanita yang alim yang dapat mengajarkan wanita lainnya.
Isteri-isteri Rasulullah SAW itulah yang mengajarkan agama kepada wanita
muslimah, khususnya tentang masalah-masalah yang bersifat feminisme
(kewanitaan). Karena sering sekali Rasulullah SAW malu dalam menjawab persoalan
itu, apalagi bila masalah yang ditanyakan amat “sensitive”
Aisyah ra meriwayatkan bahwa wanita Anshor datang kepada Rasulullah SAW bertanya tentang
cara membersihkan haid. Lalu Rasulullah SAW mengajarkannya. Beliau berkata:
“Ambillah kapas yang ada wewangiannya, lalu bersihkanlah dengannya”. Wanita
itu berkata: “Bagaimana membersihkannya?”. Rasul menjawab: “Bersihkanlah
dengannya”. Ia bertanya lagi: “Bagaimana membersihkannya ?”. Rasul
menjawab: “Subhanallah ! bersihkan saja dengannya”. Mendengar hal ini,
Aisyah ra langsung menarik tangan wanita tersebut lalu berkata: “Letakkanlah
kapas tadi di tempat ini dan itu, lalu hilangkan bekas darahnya”. Aisyah ra
berkata: “Aku jelaskan tempat yang mesti diletakkan
kapas”.

2. Hikmah Tasyri”
(perundang-undangan)

Hikmah ini dapat kita saksikan ketika
terjadi perkawinan Rasulullah SAW dengan Z
ainab binti Jahsy Al-Asadi, yaitu terhapusnya kebiasaan
menganggap anak angkat (adopsi) seperti anak nasab, yaitu menyamakan hukumnya
dalam hal waris, perkawinan dan lain sebagainya.
Pada saat itu, bangsa Arab selalu menyebut anak angkat Rasulullah SAW yang bernama Zaid bin
Haristah dengan sebutan Zaid bin Muhammad. Hal ini dimaklumi, karena kebiasaan
itu sudah mengakar di tengah-tengah masyarakat Jahiliyyah. Oleh karena itu demi
menghapus kebiasaan ini, Rasulullah SAW mengawini Zainab yang sebelumnya telah
dikawini oleh Zaid bin Haristah. Sebagai manusia, Rasulullah SAW takut bila orang munafik dan orang
yang benci akan berkata: “Lihat tuh, Muhammad telah kawin dengan isteri
anaknya”. Tapi kekhawatiran itu sirna setelah turun firman Allah
SWT:

وتخشى الناس والله أحق أن تخشاه
فلما قضى زيد منها وطرا زوجناكها لكيلا يكون
على المؤمنين حرج فى أزواج أدعيائهم اذا قضوا
منهن وطرا وكان أمر الله
مفعولا
“Dan kamu (Muhammad) takut kepada manusia, sedang
Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala
Z
aid telah
mengakhiri keperluan terhadap isterinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu
dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mu’min untuk (mengawini)
isteri-isteri anak-anak angkat mereka apabila anak-anak angkat itu telah
menyelesaikan keperluannya dari pada isteri-isterinya, dan adalah ketetapan
Allah itu pasti terjadi” (Al Ahzab; 37)
3. Hikmah Secara Sosial

Hikmah ini terlihat pada perkawinan beliau
dengan puteri Abu Bakar; Aisyah ra dan puteri Umar; Hafsah. Perkawinan
Rasulullah SAW ini sebagai penghargaan yang sangat besar yang pernah dirasakan
kedua sahabat beliau. Dan Rasulullah SAW pun layak memberikan penghargaan yang
besar ini. Sebab perjuangan dan jerih payah yang pernah dirasakan kedua
sahabat terhadap Islam begitu besar. Maka suatu penghargaan besar bila
Rasulullah SAW mengawini puteri-puteri mereka. Sehingga kecintaan Rasulullah
SAW dan mereka begitu kuat.

4. Hikmah Secara Politis
Perkawinan Rasulullah SAW dengan beberapa wanita
mengakibatkan bersatunya pengikut kabilah-kabilah yang berbeda, karena
sebagaimana kita ketahui bahwa apabila seseorang berkeluarga dengan anggota
suku lain, maka ia akan menjadi bagian dari suku itu, begitu pula sebaliknya.
Hikmah perkawinan Rasulullah SAW secara politis itu dapat kita lihat ketika
Rasulullah SAW mengawini beberapa wanita dari suku yang berbeda, antara
lain:

A. Juwairiyah bin Al Harits
Ia adalah putri dari perempuan Bani
Musthaliq. Ketika terjadi peperangan, ia dan kawannya menjadi tawanan kaum
muslimin. Ketika dihadapkan kepada Rasulullah SAW, beliau menawarkan kepadanya
apakah ia ingin bebas dengan membayar tebusan yang akan dibayarkan Rasulullah
SAW dan menikahinya. Juwairiyah pun menerima tawaran tersebut. Setelah
Rasulullah menikahinya, kaum muslimin pun merasa sungkan bila masih menawan
tahanan dari kaum anak pemimpin Bani Musthaliq yang kini menjadi isteri
Rasulullah SAW itu. Mereka berkata: “Pantaskah kita menawan para besan
Rasulullah SAW?”. Akhirnya para tawaran dari Bani Musthaliq pun dibebaskan.
Dan akibat dari kemurahan kaum muslimin ini mereka (Bani Musthaliq)
berbondong-bondong masuk Islam.

B. Sofiyah binti Huyyay bin Akhtab

Ia adalah termasuk pembesar dari Bani Quraidhoh. Suaminya telah
tewas dalam peperangan Khaibar. Ketika ia menjadi tawanan, salah seorang
pasukan muslim mengajukan usul bahwa sebaiknya wanita ini diserahkan kepada
Rasululah SAW. Ketika sampai dihadapan Nabi, beliau menawarkan dua hal; apakah
dibebaskan dan menjadi isteri Rasulullah SAW atau dibebaskan hingga bertemu
keluarganya?. Atas dua pilihan ini, Sofiyah memilih yang pertama karena ia
melihat kewibawaan Nabi. Ia pun masuk Islam yang kemudian diikuti oleh
kaumnya.

C. Romlah binti Abu Sufyan
Ia adalah puteri Abu Sufyan, salah
seorang tokoh Quraisy di Makkah yang sangat memusuhi Nabi dan kaum muslimin.
Puterinya telah masuk Islam ketika masih di Makkah dan pernah hijrah dengan
suaminya ke Habasyah. Suaminya meninggal dunia di Habasyah, maka tinggallah ia
sendiri tanpa ayah dan suami. Ketika Rasulullah SAW mengetahui hal itu, beliau
mengirim surat kepada raja Najasyi untuk disampaikan kepada Romlah bahwa Nabi
ingin menikahinya. Mendengar berita ini, Romlah sangat gembira karena tidak
mungkin baginya untuk kembali kepada ayahnya.
Ketika berita ini sampai kepada Abu Sufyan, ia pun seperti menyetujuinya, lalu membanggakan
Nabi yang telah menjadi suami puterinya. Keadaan ini membuat sikap Abu Sufyan
dan kaum Quraisy berubah menjadi lembut terhadap kaum muslimin yang masih
berada di Makkah yang sebelumnya sangat mengganggu.
Penutup
Dari uraian di atas, jelas bagi kita
bahwa betapa sempurnanya ajaran Islam. Keberadaan aturan poligami masih tetap
relevan hingga kini, terlebih di tengah-tengah zaman globalisasi seperti
sekarang ini, di mana menurut catatan sensus menyebutkan bahwa jumlah kaum
wanita lebih banyak dari kaum pria. Lalu akan dikemanakankah sisa kaum wanita
bila lelaki hanya dibatasi kawin hanya dengan satu orang wanita?. Banyak sudah
akibat yang ditimbulkan dari larangan poligami, baik secara resmi ataupun tidak
resmi. Merajalelanya perzinahan, tempat-tempat maksiat dan lainnya, anak-anak
yang tidak tahu kepada siapa harus menyebut ayah adalah salah satu akibat
laranga poligami. Telah bertahun-tahun lamanya penyakit sosial ini timbul,
bahkan dari tahun ke tahun selalu menampakkan peningkatan saja. Lalu kemanakah
para pakar psikologi, sosial, kriminil, alat negara dan lain sebagainya dapat
memecahkan masalah ini?. Hanya satu jalan keluar dari kemelut ini, yaitu
kembali kepada Islam.

Di sisi lain, kita juga tidak mentolelir
sikap para poligamis yang berbuat seenaknya terhadap isteri-isterinya, bersikap
tidak adil dan mengenyampingkan tanggung jawab isteri dan anak-anaknya. Mereka
merasa bahwa dengan kekayaannya dapat berbuat seenak-enaknya. Kita juga
menyesalkan beberapa sikap wanita muslimah yang mata duitan dan rela dimadu
hanya karena calon suami kaya. Gejala-gejala ini patut kita waspadai dengan
mendidik dan mempersiapkan kaum pria dan wanita yang dapat mengerti dienul
Islam dan mengerti akan hak dan tanggung jawab masing-masing. Wallahu
a’lam.

Makkah Al Mukarramah, Jum’at 1 Sya’ban 1419 H/22 Nopember
1998

Bahan Rujukan:
1. Al Qur’an Al Karim, Departemen Agama
2. Al-Mar’atu bayna al-Fiqh wal
Qonun, Dr, Musthofa Siba’i
3. Syubuhat Haula al-Islam, Muhammad Qutub
4. Rowa’i al-Bayan, Muhammad Ali
As Shobuni
5.
Syubuhat haula ta’ddud zaujatur Rasul SAW, Muhammad Ali
As-Shobuni
6.
Islam Dalam Berbagai Dimensi, DR. Daud
Rasyid

TERAPI MABUK ASMARA

Walaupun efek yang ditimbulkan penyakit al-‘isyq sangat hebat dan sulit melepaskan diri dari jeratannya namun bukanlah suatu hal yang mustahil apabila penderitanya bisa sembuh dan selamat dari penyakit ini. Ibnul Jauzi rahimahulloh berkata: “Sesungguhnya obat itu mujarab bagi orang yang menerimanya. Adapun orang yang mencampuradukkannya niscaya obat itu tidak berguna baginya.” Maka orang yang benar-benar ingin sembuh, dia harus berupaya berobat. Namun jika tidak, niscaya penyakit akan tetap bercokol bahkan bisa jadi bertambah parah.
Berikut ini beberapa terapi yang dapat menyembuhkan dari mabuk asmara:

Ikhlas kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
Jika seseorang yang terkena penyakit al-‘isyq benar-benar ikhlas dan menghadapkan wajahnya kepada Alloh dengan tulus, niscaya Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan menolongnya dengan cara yang tiada pernah terlintas di hatinya. Dia akan menyingkirkan segala penghalang menuju jalan taubat.
Berdo’a.
Merendahkan diri kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala, secara tulus menyerahkan diri kepada-Nya, ikhlas, dan memohon kepada-Nya dengan segala kerendahan agar disembuhkan dari penyakit.
Menahan pandangan.
Ketika seorang hamba menahan pandangannya maka hati turut menahan syahwat dan keinginannya.
Banyak berpikir dan berdzikir.
Hendaklah setiap orang senantiasa ingat bahwa seluruh perbuatannya akan dimintai pertanggungjawaban. Seharusnya ia berpikir bahwa perbincangan dengan kekasihnya akan ditanyakan nanti di hari kiamat. Hendaklah dia berpikir betapa malu dirinya kelak ketika Allah mencela perbuatannya.
Menjauh dari orang yang dicintainya.
Sebab memisahkan diri dan menjauh akan mengusir bayangan orang yang dicintai dalam hatinya. Hendaklah ia bersabar menanggung perpisahan beberapa saat walaupun sulit pada awalnya. Seiring dengan waktu, seluruh masalah akan menjadi mudah.
Menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat.
Sebab mabuk cinta adalah karena kesibukan hati yang kosong. Hatinya akan dipenuhi bayang-bayang kekasihnya. Tetapi ketika ia sibuk dengan hal-hal lain maka cintanya akan memudar, rindunya akan hilang dan akhirnya ia dapat melupakannya.
Menikah, sebab pernikahan itu mencukupi segalanya.
Penuh berkah dan menjadi solusi. Jika orang yang dicintainya adalah wanita yang mungkin dinikahinya maka hendaklah ia menikahinya. Jika sulit menikahinya hendaklah memohon kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala untuk memudahkannya. Jika ia tak bisa menikahinya karena sebab-sebab tertentu, maka hendaklah ia bersabar dan memohon kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala agar diberi jalan keluar.
Menengok orang sakit.
Mengiringi jenazah, menziarahi kubur, melihat orang mati, berpikir tentang kematian dan kehidupan setelahnya.
Senantiasa menghadiri majelis ilmu.
Duduk bersama orang-orang zuhud dan mendengar kisah-kisah orang shalih.
Memangkas habis ambisi.
Dengan cara membuang rasa putus asa disertai dengan keinginan keras untuk dapat menundukkan hawa nafsu.
Selalu konsisten menjaga sholat dengan sempurna.
Menjaga kewajiban-kewajiban sholat, baik berupa kekhusyukan dan kesempurnaannya secara lahir dan bathin.
Menjaga kharisma.
Agar tidak jatuh kepada kedudukan yang hina dina, tidak jatuh dalam perbuatan yang tercela dan segala bentuk yang dapat menghalangi keutamaan. Orang-orang yang memiliki harga diri tidak pernah mau terikat menjadi budak sesuatu. Lihat saja, betapa hawa nafsu menyebabkan orang-orang mulia menjadi hina.
Menjaga kemuliaan diri, kesucian dan menjaga kehormatannya.
Hal ini akan membuat seseorang jauh dari perkara yang akan meruntuhkan harga dirinya ataupun yang akan menjatuhkan martabatnya.
Membayangkan cela yang terdapat pada diri orang yang dicintainya.
Ibnul Jauzi rahimahulloh berkata: “Sesungguhnya manusia penuh dengan najis dan kotoran. Dan orang yang dimabuk cinta melihat kekasihnya dalam keadaan sempurna. Karena cinta, ia tidak dapat melihat aib kekasihnya. Sebab hakikat segala sesuatu dapat disingkap dengan timbangan yang adil. Sementara yang menjadi penguasa atas dirinya adalah hawa nafsu yang zhalim. Itu akan menutupi seluruh cela hingga akhirnya orang yang dilanda cinta melihat kekasihnya yang jelek menjadi jelita.”
Memikirkan akan ditinggal pergi orang yang dicintainya.
Baik ditinggal mati atau ditinggal pergi tanpa keinginannya atau ditinggal karena sudah bosan.
Memikirkan akibat perbuatannya.
Orang yang berakal adalah orang yang dapat menimbang apakah cintanya itu akan melahirkan kenikmatan ataukah kesengsaraan.
Meyakini Keutamaan Ujian Hidup.
Hendaknya orang yang ditimpa ujian seperti ini mengetahui bahwa ujian hidup merupakan sebab munculnya nilai keutamaan seseorang. Jika dia bersabar maka akan tampaklah keutamaannya, sempurnalah kemuliaannya dan derajatnya akan meningkat kepada level yang lebih tinggi.
Berpikir Kerugiannya.
Memikirkan betapa banyak hal-hal yang bermanfaat menjadi luput disebabkan menyibukkan diri dengan cinta seperti ini. Orang-orang yang mulia lebih mengutamakan santapan akalnya, walaupun tabi’atnya berusaha menggiringnya kepada syahwat jasmani.
Melihat konsisi para pemabuk cinta.
Bagaimana derita yang mereka tanggung. Bagaimana hidup mereka yang dikucilkan oleh masyarakat. Betapa berantakan segala urusan dunia dan akhirat mereka. Bandingkanlah orang-orang yang menghabiskan hidup untuk cinta buta dengan orang-orang yang memiliki cita-cita yang tinggi dan luhur dan keinginan yang kuat.
Demikanlah di antaranya obat-obat yang dapat menangkal dan menyembuhkan penyakit mabuk asmara. Seperti yang telah disebutkan di atas, semua obat ini tidak akan manjur bila yang melakukannya tidak berusaha dengan sungguh-sungguh ingin sembuh dari penyakitnya. Kita bermohon kepada Allah agar menjauhkan kita dari jalan-jalan kehancuran dan membimbing kita kepada kebaikan dunia dan akhirat. Wallahu a’lam
(Sumber Rujukan: Diringkas dari kitab Al-‘Isyq, Bila Hati Dimabuk Cinta karya Muhammad Ibrahim Al-Hamd. oleh Ghani)

Evaluasi Pendidikan

Evaluasi pendidikan adalah kegiatan menilai yang terjadi dalam kegiatan pendidikan, yang bertujuan untuk mendapatkan informasi akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan instruksional oleh siswa sehingga daapt diupayakan tindak lanjutnya. Evaluasi pendidikan sangat bermanfaat bagi siswa, guru dan sekolah. Manfaat bagi siswa yaitu dapat mengetahui sejauh mana telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Manfaat bagi guru yaitu akan daapt mengetahui siswa-siswa mana yang sudah berhak melanjutkan pelajarnnnya karena sudah berhasil menguasai bahan, maupun mengetahui siswa-siswa yang belum berhasil menguasai bahan.
Macam-macam tes ada empat :
• Tes penempatan
• Tes formatif
• Tes diagnostik
• Tes sumatif
Fungsi evaluasi adalah untuk perbaikan sistem, pertanggungjawaban kepada pemerintah dan masyarakat, penentuan tindak lanjut hasil pengembangan.
Prinsip-prinsip evaluasi ada lima : keterpaduan, keterlibatan siswa, koherensi, pedagogis, akuntabilitas
Teknik evaluasi ada dua :
1. teknik non tes :
• Skala bertingkat (rating scale)
• Kuesioner, daftar (questionaire)
• Daftar cocok (chek-list)
• Wawancara (interview)
• Pengamatan (observation)
• Riwayat hidup
2. teknik tes :
• Tes diagnostik
• Tes formatif
• Tes sumatif
Jenis-jenis tujuan pendidikan, pertama , tujuan institutioanal, adalah tujuan masing-masing instituí atau lembaga. Kedua, tujuan kurikuler adalah tujuan dari masing-masing bidang studi. Ketiga, tujuan instruksional yang menggambarkan pengetahuan, kemampuan, keterampilan, dan sikap yang harus dimiliki oleh siswa sebagai akibat dari hasil pengajaranyang dinyatakan dalam bentuk tingkah laku (behavior) yang dapat diamati dan diukur.
Ada dua macam tujuan instruksional :
1. Tujuan instruksional umum (TIU)
2. Tujuan instruksional khusus (TIK)
Data-data operasional mencakup :
 Cognitive domain : pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi.
 Affective domain : resiving, responding, valuing, organizing, characterization by value or value complex
 Psikomotor domain : muscular or motor skills, manipulation of materials or objects, neuromuscular coordination.
Kondisi demonstrasi adalah komponen TIK yang menyatakan suatu kondisi atau situasi yang dikenakan kepada siswa pada saat ia mendemonstrasikan tingkah laku akhir. Standar keberhasilan adalah komponen TIK yang menunjukkan seberapa jauh tingkat keberhasialn yang dituntut oleh penilai bagi tingkah laku pelajar pada situasi akhir.
Berbagai teknik evaluasi. Pertama, measurement model, model ini dipandang sebagai model tertua di daalm sejarah evaluasi. Kedua, congruence model, model dipandang sebagai reaksi terhadap model pertama. ketiga, educational system evaluation model, model ini sebagai reaksi dari model terdahulu yang telah dibahas.
Ada tiga jenis pengukuran :
• Ranah kognitif : pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, penilaian.
• Ranah afektif : menerima, menjawab, menilai, organisasi, karakteristik.
• Ranah psikomotorik : keterampilan motorik, manipulasi, benda-benda, koordinasi neuromuscular, menghubungkan, mengamati.
Pekerjaan mengevaluasi harus ada prosedur tersendiri, meskipun perlu untuk ditekankan, bahwa pekerjaan mengevaluasi itu lebih tepat untuk dipandang sebagai suatu proses yang kontinu. Suatu kontinous proses yang tidak terputus-putus, tetapi ada gunanya juga mengetahui prosedur apa sajakah yang merupakan titik-titik penghubung proses yang bersifat kontinu tadi.
Langkah-langkah pokok prosedur evaluasi :
• Langkah perencanaan
• Langkah pengumpulan data
• Langkah spesifikasi data
• Langkah pengolahan data
• Langkah penafsiran data
Hasil pengukuran memiliki fungsi utama untuk memperbaiki tingkat penguasaan peserta didik. Hasil pengukuran secar umum dapat dikatakan bisa membantu, memperjelas tujuan instruksional, memnentukan kebutuhan peserta didik, dan menentukan keberhasilan peserta didik dalam suatu proses pembelajaran.
Langkah meningkatkan daya serap peserta didik :
• Memperjelas tujuan instruksional
• Penilaian awal yang menentukkan kebutuhan peserta didik
• Memonitor kemajuan peserta didik
Pada akhirnay penggal waktu proses pembelajaran, antara lain akhir catur wulan,akhir semester, akhir tahun ajaran , akhir jenjang persekolahan diperluakn suatu laporan kemajuan peserta didik, yang selanjutunya merupakan laporan kemajuan sekolah. Laporan ini akan memberikan bukti sejauh mana tujuan pendidikan yang diharapkan oleh anggota masyarakat khususnya orang tua peserta didik dapat tercapai.
Analisis butir-butir soal :
• Taraf kesukaran
• Daya pembeda
• Pola jawaban soal
Beberapa skala penilaian :
• Skala bebas
• Skala 1-10
• Skala 10-100
• Skala huruf

Jumat, 17 Oktober 2008

Istri Idaman

Seorang isteri idaman harus memahami arti pentingnya aqidah islamiyah yang shahihah, karena sah tidaknya suatu amal tergantung kepada benar dan tidaknya aqidah seseorang. Isteri idaman adalah sosok yang selalu bersemangat dalam menuntut ilmu agama sehingga dia dapat mengetahui ilmu-ilmu syar’i baik yang berhubungan dengan aqidah, akhlak maupun dalam hal muamalah sebagaimana semangatnya para shahabiyah dalam menuntut ilmu agama Islam, mereka bertanya kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk menghilangkan kebodohan mereka dan beribadah kepada Allah di atas cahaya ilmu.

Sebagaimana riwayat dibawah ini:
Dari Abu Said Al Khudri dia berkata: Pernah suatu kali para wanita berkata kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam: “Kaum laki-laki telah mengalahkan kami, maka jadikanlah satu hari untuk kami, Nabi pun menjanjikan satu hari dapat bertemu dengan mereka, kemudian Nabi memberi nasehat dan perintah kepada mereka. Salah satu ucapan beliau kepada mereka adalah: “Tidaklah seorang wanita di antara kalian yang ditinggal mati tiga anaknya, kecuali mereka sebagai penghalang baginya dari api nereka. Seorang wanita bertanya: “Bagaimana kalau hanya dua?” Beliau menjawab: “Juga dua.” (HR. Al-Bukhari No 1010)

Seorang isteri yang aqidahnya benar akan tercermin dalam tingkah lakunya misalnya:

*
o

Dia hanya bersahabat dengan wanita yang baik.
o

Selalu bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Rabbnya.
o

Bisa menjadi contoh bagi wanita lainnya.



Akhlak Isteri Idaman.

*

Berusaha berpegang teguh kepada akhlak-akhlak Islami yaitu: Ceria, pemalu, sabar, lembut tutur katanya dan selalu jujur.
*

Tidak banyak bicara, tidak suka merusak wanita lain, tidak suka ghibah (menggunjing) dan namimah (adu domba).
*

Selalu berusaha untuk menjaga hubungan baik dengan isteri suaminya yang lain (madunya) jika suaminya mempunyai isteri lebih dari satu.
*

Tidak menceritakan rahasia rumah tangga, diantaranya adalah hubungan suami isteri ataupun percekcokan dalam rumah tangga. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya di antara orang yang terburuk kedudukan-nya disisi Allah pada hari kiamat yaitu laki-laki yang mencumbui isterinya dan isteri mencumbui suaminya kemudian ia sebar luaskan rahasianya.” (HR. Muslim 4/157)

Isteri idaman di rumah suaminya

*

Membantu suaminya dalam kebaikan. Merupakan kebaikan bagi seorang isteri bila mampu mendorong suaminya untuk berbuat baik, misalnya mendo-rong suaminya agar selalu ihsan dan berbakti kepada kedua orang tuanya, sebagaimana firman Allah Ta’ala, yang artinya: “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah.” (Al Ahqaf 15)
* Membantunya dalam menjalin hubungan baik dengan saudara-saudaranya.
* Membantunya dalam ketaatan.
* Berdedikasi (semangat hidup) yang tinggi.
*

Ekonomis dan pandai mengatur rumah tangga.
* Bagus didalam mendidik anak.
*

Penampilan:
Di dalam rumah, seorang isteri yang shalehah harus selalu memperhatikan penampilannya di rumah suaminya lebih-lebih jika suaminya berada di sisinya maka Islam sangat menganjurkan untuk berhias dengan hal-hal yang mubah sehingga menyenangkan hati suaminya.
Jika keluar rumah, seorang isteri yang sholehah harus memperhati-kan hal-hal berikut: Harus minta izin suami, Harus menutup aurat dan tidak menampakkan perhiasannya, Tidak memakai wangi-wangian, Tidak banyak keluar kecuali untuk tujuan syar’i atau keperluan yang sangat mendesak.